Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Daging Bogor Ikut Mogok

Kompas.com - 21/02/2008, 10:49 WIB

BOGOR, KAMIS -  Pedagang daging sapi di tiga pasar tradisional di Kabupaten Bogor, yakni Cibinong, Citeureup, dan Cileungsi, mogok dagang selama tiga hari, mulaiRabu kemarin, menyusul naiknya harga sapi. Sedangkan, di pasar tradisional lainnya di Kabupaten Bogor ada yang masih dagang dan ada yang sudah mogok dagang.
     
Mogok dagang dilakukan pedagang daging di tiga pasar tersebut guna mendukung aksi asosiasi pedagang daging (APD) se-Jabodetabek yang mengajukan enam tuntutan, menyusul terus meningkatnya harga sapi hidup.
     
Kios-kios dan lapak para pedagang daging sapi di Pasar Cibinong seluruhnya tutup. Di depan kios dan lapak para pedagang daging itu dimanfaatkan pedagang sayur untuk berdagang. Sedangkan, di depan kios-kios tersebut tertempel kertas bertulis enam tuntutan APD se-Jabodetabek.
     
Tuntutan tersebut meliputi, meminta pemerintah agar turun tangan segera menurunkan harga sapi impor dan sapi lokal serta menghapus monopoli importir sapi dan daging sapi. Meminta pemerintah agar melibatkan APD dalam mendiskusikan harga sapi dan daging sapi impor bersama pengusaha importir.
     
APD juga meminta pengusaha importir sapi dan importir daging sapi jangan semena-mena menaikkan harga daging sapi. Dalam edarannya, APD juga menyerukan pedagang daging se-Jabodetabek untuk melakukan aksi unjuk rasa di halaman Parkir Monas, Jakarta, pada Rabu ini.
     
"Harga sapi hidup terus meningkat, sedangkan harga jual daging tidak meningkat, menyebabkan pedagang daging sapi mengalami kerugian," kata seorang pedagang daging sapi di Pasar Cibinong, Iyan, yang ikut mogok dagang.
     
Dikatakannya, harga sapi hidup meningkat dari Rp17.000 per kg menjadi Rp23.000 per kg, sedangkan harga jual daging sapi tidak meningkat sekitar Rp48.000 per kg.
     
"Karena tidak seimbangnya antara harga sapi dan harga jual daging sapi menyebabkan pedagang daging mengalami kerugian," katanya.
     
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Ikan Dinas Perikanan dan Peternakan (Disnakan) Pemerintah Kabupaten Bogor, drh Sutrisno mengatakan, berdasarkan informasi yang diketahuinya ada beberapa penyebab naiknya harga sapi dan daging sapi impor dari Australia.
     
Pertama, saat ini rumput di peternakan di Australia sedang tumbuh subur, sehingga para peternak sapi di sana, menahan penjualan ternaknya karena masih akan menggemukkannya. Kedua, saat ini terjadi badai Nicolas dari laut Australia sampai Indonesia, sehingga transportasi laut menjadi sulit.
     
Ia mencontohkan, ada pengusaha importir sapi di Bekasi yang baru saja mengimpor sebanyak 2.000 ekor sapi dari Australia ke Jakarta. Karena adanya badai, transportasi laut yang seharusnya hanya enam hari menjadi 14 hari. Cuaca buruk ini menyebabkan sebagian sapi menjadi mabuk laut dan 190 ekor sapi di antaranya meninggal di perjalanan.
     
Soal permintaan APD menghapus monopoli impor, menurut dia, ia tidak mengetahuinya, karena lisensi importir sapi diterbitkan oleh Departemen Pertanian.
     
Menurut dia, di Kabupaten Bogor setiap hari memotong sekitar 30 hingga 40 ekor sapi di dua rumah potong hewan (RPH) yakni RPH Cibinong dan RPH Galuga.
     
"Tadi malam, kedua RPH itu sudah tidak memotong sapi, karena tidak ada permintaan daging sapi dari pada pedagang daging," katanya. Seorang pedagang bakso di Pasar Cibinong, Yatno mengatakan, ia telah mendengar akan ada mogok dagang dari pedagang sapi, karena itu ia telah memborong bakso untuk berdagang selama tiga hari. (ANT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com