Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Murah dan Cepat, Ojek Sepeda Jadi Pilihan

Kompas.com - 29/07/2008, 10:07 WIB

Dengan topi rimba dan kaos lengan panjangnya, Nurimin terus berdiri di samping sepeda kumbangnya. Panas matahari dan terpaan debu jalan tak dipedulikannya. Di salah satu sudut kawasan Jakarta Kota, pria 45 tahun itu bersama dengan beberapa teman seprofesi lainnya harus bersaing dengan deru mesin ojek motor, mikrolet dan minibus untuk mendapatkan penumpang. “Bisa makan 3 kali sehari saja sudah syukur, mbak,” katanya.

Tapi hebatnya, sebagai seorang tukang ojek sepeda, Nurimin mengaku tak pernah merasa hidupnya susah. Dia menjalani kehidupannya dengan pasrah, bahkan cenderung tidak peduli dengan penghasilannya. Ketika ditanya berapa penghasilannya dalam sehari, Nurimin pun menjawab tidak tahu. “Saya nggak pernah ngitungin mbak. Kalo ngitungin bisa bikin sakit hati,” katanya.

Duda tanpa anak ini sebenarnya memiliki ladang palawija di Padang dari proyek transmigrasi yang diadakan pemerintah Orde Baru. Tapi ladang itu dia biarkan saja demi mengadu nasib ke Jakarta. Jika sudah tidak kuat mengojek sepeda, Nurimin baru berniat untuk kembali ke sana. “Di sana sepi mbak, enakan di sini,” katanya.

Di tengah majunya moda transportasi di Jakarta, Nurimin optimistis bisa tetap bertahan. Harga ongkos yang lebih murah dari harga ongkos ojek maupun angkutan kota lainnya adalah alasannya. Lihat saja, ongkos yang mereka tentukan dimulai dari Rp 2000,- dan paling mahal Rp 7000,-.

Kompas.com sendiri mencoba dari lampu merah arah glodok berputar arah ke Museum Fatahillah dan berakhir di Stasiun Kota dan hanya membayar Rp 5000,-. Harga yang cukup murah bagi perjalanan yang cukup panjang di tengah terik matahari Jakarta yang menyengat dan tidak menggunakan tenaga mesin.

Kelebihan lain dari ojek sepeda ini adalah diperbolehkannya mereka untuk melawan arus jalanan. Hal inilah yang disukai oleh penumpang yang membutuhkan waktu singkat untuk sampai pada tempat tujuan. “Polisi mana pernah marah sama kita mbak kalau kita lawan arus,” kata Rawi (29), tukang ojek lainnya.

Tak heran jika mereka tak takut bersaing dengan alat transportasi lain, apalagi dengan ojek motor. “Nggak takutlah mbak. Liat aja ini kita samping-sampingan sama ojek motor,” kata Rawi.

Walaupun mereka mengakui ojek motor lebih banyak peminatnya, tapi mereka bertahan karena masih banyak orang yang lebih memilih menggunakan ojek sepeda dengan alasan lebih murah. “Kita juga kan nggak bikin kemacetan mbak,” kata Rawi. (M12-08)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com