Ciaaatt... Ini Bakso Solo!

Berlokasi di gang sempit tidak menjadi hambatan bagi sebuah warung bakso di kawasan Cempaka Putih untuk berkembang pesat. Pengunjung warung itu selalu bejibun.

PONDOK Bakso Ciat Solo, nama warung bakso di gang sempit di kawasan padat penduduk di Gang Kabel Bawah, Rt 04/Rw 07, Cempaka Putih Barat 25, Jakarta Pusat tersebut. Kondisi gangnya khas gang hasil proyek perbaikan kampung dari Proyek Muhammad Husni Thamrin (PMHT) yang dirintis Gubernur Ali Sadikin tahun 1969.

Rumah-rumah berdempetan. Gangnya berlika-liku. Orang hanya bisa jalan kaki dari Jalan Percetakan Negara atau dari Jalan Cempaka Putih Barat jika hendak ke warung itu. Dari Jalan Percetakan Negara jaraknya lumayan jauh, dari Cempaka Putih Barat agak dekat. Sepeda motor bisa masuk namun kapasitas tempat parkir warung hanya cukup untuk lima unit sepeda motor.

Hebatnya, meski berada di gang sempit dan terpencil, warung itu hampir tidak pernah sepi pengunjung. Warung buka setiap hari dari pukul 10.30 sampai 22.00 dan ritme itu sudah berjalan sejak 18 tahun lalu. Tamunya tak putus-putus, umumnya anak muda dan keluarga muda. Sabtu dan Minggu merupakan puncak keramaian.

Fenomena warung bakso di gang sempit namun ramai pembeli ini seperti meruntuhkan teori pemasaran tentang letak tempat usaha (makan) yang harus berada di lokasi strategis. Saya teringat gudeg pawon Mbah Prapto Widarso di Jalan Janturan Nomor 36-38 Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta. Jam operasi dan letaknya seakan melawan logika pamasaran.

Warung gudeg itu buka malam hari, mulai pukul 23.00. Letaknya terpencil, masuk agak jauh dari jalan raya, tidak punya petunjuk arah atau pun plang nama. Lampu penerangan jalannya agak redup. Banyak orang datang dengan sepeda motor dan memarkir motor mereka di gang yang berpenerangan redup itu. Nah, kondisi itu sering dimanfaatkan para maling motor. Maka, di mulut gang ada plang berisi peringatan "hati-hati motor Anda digondol maling". Plang yang berisi nama warung tidak ada. Meski demikian, warung gudeg itu selalu ramai. Dalam tempo dua sampai tiga jam semua stok gudeg Mbah Prapto ludes.

Ketika ke tempat itu awal tahun lalu, saya bersama dua orang teman harus bertanya beberapa kali pada penduduk lokal tentang letak warung tersebut. Hanya itu cara terbaik bagi para pemula jika tidak ingin tersesat saat mencari warung gudeg tersebut.

Kembali ke Bakso Ciat, warung bakto itu memang berada di daerah padat pemukiman, namun pengujungnya bukan hanya dari lokasi sekitar. Pelangganya datang dari berbagai daerah di Jakarta seperti dari Matraman, Jakarta Timur dan Kwintang, Jakarta Pusat.

Warung itu awalnya berada di pinggir Jalan Cempaka Putih Barat. Beberapa kali kena gusur, warung itu lalu pindah ke dalam gang. Karena baksonya enak, pelanggan tetap mencarinya meski harus menelusuk ke dalam gang. Di sini, rasa adalah segalanya.

Baksonya memang empuk dan tentu saja enak. Kuahnya pun gurih dan pas di lidah. Satu mangkuk bakso (urat atau telur) dibanrol Rp 7.000. Sementara aneka jus harganya berkisar antara Rp 3.000 - Rp 5.000 per gelas. Jadi, cukup belanja Rp 10.000 Anda dijamin puas.

Penasaran? Itulah masalahnya, saya cukup sulit memberi panduan arah menuju ke lokasi itu karena harus menelusuri gang yang berliku. Anda sebaiknya banyak bertanya pada warga atau pedagang di pinggir jalan di sekitar lapangan Arcici, Cempaka Putih atau di mulut Gang Kabel di Percetakaan Negara. Selamat berburu ya!