YOGYAKARTA, SABTU - Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan tidak bersedia masa jabatannya diperpanjang sampai lima tahun karena itu berarti satu periode jabatan. "Dalam undang-undang tidak ada aturan yang menyatakan jabatan kepala daerah bisa lebih dari dua periode, yang ada maksimal dua periode," katanya di hadapan ratusan masyarakat DIY yang menamakan diri Gerakan Kawula Mataram Manunggal Yogyakarta di Keraton Kilen, Sabtu.
Karena itu, kata Sultan, "Saya mohon kepada DPRD dan masyarakat Yogyakarta untuk tidak meminta penetapan jabatan gubernur dan wakil gubernur selama lima tahun.
"Namun jika kemudian pemerintah pusat menganggap perpanjangan masa jabatan gubernur cukup dua tahun untuk menyelesaikan pembahasan RUU Keistimewaan (RUUK) DIY, silakan saja, yang penting tidak lima tahun," katanya.
Ia juga minta masyarakat Yogyakarta menghargai pernyataannya pada 7 april 2007 yang tidak bersedia lagi menduduki jabatan gubernur. "Pernyataan tidak bersedia ini karena saya melihat tidak ada jaminan dalam UU masa jabatannya bisa untuk yang ketiga kalinya," kata Sultan.
Kalau perpanjangan dua tahun itu dianggap cukup untuk menyelesaikan RUUK, tidak apa-apa, karena selama masa perpanjangan diharapkan pembahasan RUUK dapat diselesaikan dan tidak terburu-buru. "Saya akan tunduk pada keputusan pemerintah pusat, dan saya mohon rakyat tidak usah mempertanyakan alasannya, apakah nanti diperpanjang dengan Perpu atau Kepres tidak usah dipersoalkan. Saya tidak mungkin jadi gubernur seumur hidup," katanya.
Ia menegaskan bahwa dirinya bukan orang yang ambisius mencari jabatan, tetapi perlu dipahami bahwa dalam sejarah Presiden RI telah memberikan kedudukan istimewa pada Yogyakarta yang kemudian disusul keluarnya maklumat 5 September 1945 oleh Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII.
"Itu berarti siapa pun yang menjadi Sultan dan Paku Alam, jabatan gubernur dan wagub itu melekat. Dalam pemahaman saya, Pemerintah RI saat itu menghargai bahwa jabatan gubernur melekat pada Sultan dan wakil gubernur pada Paku Alam, dan itu bukan ketoprak," katanya.
Namun, kata Sultan, "Kalau kemudian pemerintah saat ini tidak mengakui kebesaran jiwa pemimpin saat itu, kemudian dengan alasan demi demokrasi menetapkan kebijakan lain, silakan saja, karena yang penting bagi saya bukan soal jabatan".
Sultan mengingatkan, sebenarnya tidak ada alasan untuk mengatakan jika Yogyakarta istimewa maka keraton lain akan minta juga. "Lihat saja untuk posisi Walikota Jakarta, tidak ada pemilihan. Apa ada yang iri dan menuntut," kata Sultan