JAKARTA, KOMPAS.com — Belum ada kesepakatan mengenai siapa yang harus menjabat gubernur dan bagaimana mekanisme pemilihannya, pemerintah dan DPR akhirnya sepakat untuk menghentikan pembahasan mengenai RUU Keistimewaan Yogyakarta. Pembahasan selanjutnya diserahkan kepada DPR periode 2009-2014.
Kesepakatan untuk menghentikan pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta itu dilakukan setelah Komisi II DPR gagal melobi pemerintah, Senin (28/9).
Menteri Dalam Negeri Mardiyanto mengatakan, penghentian pembahasan karena pemerintah dan DPR tak ingin memaksakan materi-materi yang masih membutuhkan pendalaman. "Komisi II dan pemerintah sepakat menghentikan sementara RUU ini karena belum menemukan titik temu tentang pengisian jabatan Gubernur DIY," kata Mardiyanto, seusai lobi di Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/9).
Menurut dia, pemerintah sudah berkompromi untuk mengusulkan mekanisme suksesi Gubernur DIY dipilih oleh DPRD. "Tetapi belum ada titik terang. Pemerintah tetap ingin memberikan unsur demokratis dalam pengisian jabatan Guberneur DIY," ujar mantan Gubernur Jawa Tengah ini.
Meski gagal, Mardiyanto mengatakan, pemerintah dan DPR sepakat merekomendasikan pada DPR periode 2009-2014 agar memprioritaskan pembahasan RUU tersebut.
Hanya Demokrat
Anggota Komisi II asal Fraksi Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, menyebutkan, sembilan dari 10 fraksi di DPR sebenarnya menghendaki Gubernur DIY ditetapkan diisi oleh Sultan. Menurut dia, penetapan tidak menyalahi tata pemerintahan.
"Karena, meskipun ditetapkan, Gubernur DIY tetap harus membuat laporan lima tahunan seperti Gubernur yang lain," ujar Ferry.
Satu-satunya fraksi yang sependapat dengan pemerintah, dalam hal ini mengenai suksesi Gubernur DIY melalui mekanisme pemilihan di DPRD, hanyalah Fraksi Partai Demokrat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.