JAKARTA, KOMPAS.com - Menyaksikan kerusuhan di kawasan Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/4) lalu, penyiar radio sekaligus pembawa acara Farhan (40) merasa galau. Jatuhnya korban tewas dan banyaknya korban luka mengusik hatinya. ”Brutalitasme ini buah dari ranting dan cabang miskomunikasi yang buruk antara aparat dan masyarakat. Akarnya adalah hukum yang tak kenal rasa keadilan, lalu ditiup angin bisik-bisik kepentingan. Ini puisi kegalauan hatiku,” kata Farhan. Dia sempat berdiskusi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengenai situasi tersebut. Kata Farhan, ketidakadilan yang dirasakan rakyat sudah demikian dalam sehingga relatif mudah meluap menjadi kebrutalan. ”Pendengar radio di mana aku siaran juga mempertanyakan mengapa hal itu bisa terjadi? Satpol PP memang menggemaskan. Tetapi, saat personelnya ada yang meninggal dunia, kita juga merasa prihatin dan simpati. Mereka juga manusia,” kata Farhan. Ia mengimbau kepada para penegak hukum supaya tidak hanya bicara soal hukum formal, tetapi memerhatikan juga rasa keadilan. ”Kalau negara ini cinta rakyatnya, sebaiknya aparat negara tidak menggunakan cara-cara kekerasan. Lebih baik kita berdialog. Meski alot dan lama, hasilnya memuaskan dan bisa meminimalkan korban,” ujarnya. (LOK)