JAKARTA, KOMPAS.com — Dugaan bercokolnya mafia hukum di institusi penegak hukum terus bergulir. Tak hanya kasus-kasus besar bernilai miliaran hingga triliunan, tetapi masyarakat biasa, yang bukan siapa-siapa, juga mengeluh terperangkap kerja mafia saat berhadapan dengan penegak hukum.
Setidaknya, pengaduan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III dengan puluhan masyarakat dari berbagai daerah di Gedung DPR, Selasa (4/5/2010).
Salah seorang aktivis LSM asal Kabupaten Tebo, Jambi, Muchlisin Harahap, mengatakan, uang sudah mengendalikan hukum di negeri ini. "Hepeng (uang) sudah mengatur hukum di negara ini. Negara bisa dibeli kalau hepeng ada," ujar Muchlisin saat mengadukan kasus-kasus hukum di daerahnya.
Kasus lainnya diadukan Khoe Seng Seng dan Vivi Tanjung. Keduanya memiliki kasus hukum dengan sebuah perusahaan pengembang. Khoe Seng Seng, seperti pernah ramai diberitakan, diseret ke meja hijau karena menuliskan surat pembaca atas tidak sesuainya dokumen dan fakta terkait status kepemilikan kiosnya di sebuah pusat perbelanjaan. Kasus itu bergulir pada tahun 2006, tetapi baru disidangkan pada tahun 2008 lalu.
Khoe Seng Seng mengungkapkan, dalam pemeriksaan pertama di Mabes Polri, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka. "Saksi dan pelapor malah baru diperiksa dua bulan setelah saya ditetapkan sebagai tersangka. Kantor hukum pengembang itu adalah Haposan Hutagalung (pengacara Gayus Tambunan). Semua bukti di persidangan dari pihak terlapor. Saya melihat ada indikasi mafia hukum yang bermain," ujar Khoe Seng Seng.
Kini, ia kembali berhadapan dengan sangkaan pencemaran nama baik dari perusahaan pengembang yang sama karena menuliskan masalah itu pada blog pribadinya. "Sebagai rakyat kecil, saya meminta perlindungan bapak-bapak," ujar dia.
Hal yang sama juga diungkapkan Vivi Tanjung. Ia juga langsung ditetapkan sebagai tersangka dalam panggilan pertama atas sangkaan melakukan pencemaran nama baik terhadap sebuah perusahaan pengembang. Vivi juga mengaku heran, kasus sekecil itu ditangani oleh Mabes Polri.
"Kenapa Mabes Polri yang demikian besar mau menangani kasus kecil seperti pencemaran nama baik ini, dan kuasa hukumnya juga Haposan. Jangan-jangan memang ada mafia hukum," kata Vivi.
Kasus lainnya yang diadukan mengenai dugaan mafia tanah dan mafia perizinan hutan di Kalimantan. Para pelapor juga menyertakan berkas-berkas sebagai bukti kasus yang mereka hadapi kepada Komisi III DPR. Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (Kompak), Effendi Gazali, mengatakan, DPR harus merespons aduan masyarakat ini.
"Kami hanya memfasilitasi agar rakyat berbicara kepada DPR. Jadi, DPR jangan hanya bicara soal mafia pajak yang besar-besar, tapi juga memperhatikan kasus-kasus rakyat kecil," kata pakar komunikasi politik ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.