Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Three in One" Dicabut, Joki Khawatir

Kompas.com - 10/05/2010, 14:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kabar soal kebijakan three in one yang hendak dicabut ternyata sudah menjadi bahan pembicaraan di kalangan para joki. Hal ini setidaknya terungkap ketika Kompas.com menemui sejumlah joki yang biasa "bertugas" di kawasan Panglima Polim, Jakarta Selatan, Senin (10/5/2010).

Mata Andre (28) menerawang ketika diminta komentar soal kebijakan three in one yang bakal dicabut ini. Terlihat sebersit kekhawatiran bahwa dihapusnya kebijakan three in one akan membuat asap di dapur tidak mengebul lagi. "Khawatir, Mas. Saya cuma bingung nanti istri dan anak saya mau makan apa," ujar pria asal Jawa Tengah ini. Saat ini, Andre mengaku tinggal bersama istri dan tiga orang anaknya di kawasan Petogogan.

Hal yang sama dikatakan Dedy (25). "Saya belum tahu mau ngapain kalau three in one dicabut," kata pria asal Cikupa, Tangerang, ini.

Soal kebijakan three in one yang dinilai tidak efektif akibat keberadaan joki, baik Andre dan Dedy mengatakan, dia akan memilih profesi lain jika memiliki keahlian dan kesempatan. "Cari kerjaan sekarang susah," ujar Andre.

Dedy mengaku, profesi joki three in one telah digeluti sejak dia duduk di bangku sekolah dasar. Awalnya, Dedy hanya melakukannya guna mengisi hari liburan sekolah sembari mencari tambahan uang saku. Profesi joki mulai dijalani secara serius ketika dia terpaksa meninggalkan pendidikan sekolah menengah kejuruan karena kekurangan biaya.

Andre mengatakan, profesi joki ditekuninya sejak dia merantau ke Jakarta sekitar 10 tahun silam. Menurut pengakuan mereka, profesi joki three in one ini cukup menjanjikan. "Di pagi hari, rata-rata saya bisa dapat Rp 40.000. Kalau sore, bisa Rp 20.000," kata Dedy.

Di luar jam three in one, Andre mengaku berprofesi sebagai tukang parkir di sebuah minimarket di kawasan Petogogan. Sementara itu, Dedy memilih menghabiskan waktunya pada siang hari dengan bekerja di sebuah bengkel motor. Menggeluti profesi ini selama tahunan, mereka pun mengaku kenyang ditangkap Satpol PP. Andre mengaku pernah ditangkap empat kali.

"Saya pernah dipulangkan ke Jawa setelah tinggal di panti sosial di Kedoya selama dua minggu. Begitu sampai, saya cuma dikasih ongkos Rp 4.000 untuk ngelanjut ke kampung. Abis itu, saya pulang sebentar, minta duit ke orangtua untuk ke Jakarta lagi," ujarnya terkekeh.

Sementara itu, Dedy sempat mengungkapkan pahitnya ditangkap Satpol PP. Anak kedua dari empat bersaudara ini mengaku pernah dipukul oleh aparat Satpol PP. "Lalu, kalau mau keluar, urusannya ribet. Harus ada surat keterangan domisili dari RT-RW, kelurahan, kecamatan. Pokoknya habis (uang) banyak," kenang Dedy yang mengaku telah tiga kali ditangkap Satpol PP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com