BEKASI, KOMPAS.com — Seorang manusia atau pemerintah sekalipun tidak punya hak untuk mengatur hubungan Tuhan dengan hamba-Nya. Namun, tempat ibadah harus diatur agar keamanan dan ketenteraman masyarakat terjaga.
Demikian dikatakan para wakil lintas agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi ketika mereka dimintai tanggapannya oleh pengurus Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) soal insiden HKBP Pondok Timur Indah dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM). Pertemuan FKUB dan GPP berlangsung pada Selasa (21/9/2010) di kantor FKUB Kota Bekasi di Jalan Veteran No 37, Margajaya, Bekasi.
Wakil Ketua I FKUB Kota Bekasi Zamakhsyari Abdul Madjid menilai, tiap hubungan manusia dengan Tuhan dipersilakan dan tak perlu diatur-atur. "Tapi, untuk rumah ibadah harus diatur dan mengacu pada aturan yang berlaku. Dalam hal ini adalah PBM," ujar perwakilan dari Nahdlatul Ulama itu.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua II FKUB Kota Bekasi yang mewakili Muhammadiyah. "Selama tempat ibadahnya tidak mengganggu masyarakat, itu tak jadi persoalan. Kalau telah mengganggu, harus mengacu kepada izin warga sekitar sesuai aturan," kata dia.
Anggota FKUB Kota Bekasi yang juga wakil dari Kristen Protestan, Jonathan Marthen, juga mengemukakan hal yang sama. Ia mengatakan, proses pendirian tempat ibadah harus sesuai prosedur dan aturan.
"PBM itu berlaku untuk semua agama. Kita harus melihat semua agama harus tunduk kepada PBM ketika membangun rumah ibadah. Tidak ada diskriminasi," ujarnya.
Oleh sebab itu, kearifan lokal juga menjadi faktor pendirian tempat ibadah komunitas minoritas di daerah yang dihuni kaum mayoritas. "Seperti yang diterapkan oleh masyarakat di Papua," contoh Koordinator Nasional GPP Damien Dematra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.