Rinciannya, lahan tanaman padi yang terkena banjir mencapai 25.194 hektar, 6.182 hektar di antaranya puso. Kerusakan tanaman jagung mencapai 1.198 hektar, 203 hektar puso. Tanaman kedelai yang rusak 2.353 hektar dan 1.064 hektar puso.
Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah Aris Budiono, Selasa (21/9) di Semarang.
Menurut Kepala Bidang Pertanian Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Banyumas Ery Prahasto, Selasa di Banyumas, majunya musim hujan dari bulan Oktober ke September menyebabkan produktivitas pertanian, baik padi maupun palawija, terancam anjlok. Bulan September di Kebumen lebih dari 4.500 hektar palawija puso, di Banyumas 510 hektar palawija puso, dan di Cilacap 1.756 hektar sawah terendam banjir sehingga terancam puso.
Pengamatan di lapangan, tak sedikit tanaman jagung di Banyumas gagal tanam karena daunnya menguning akibat diguyur hujan. Seperti di Desa Karangcegak, Kecamatan Sumbang. Sebagian besar daun jagung menguning pada usia 35 hari. Akibatnya, jagung tak bisa berbuah.
Di Kecamatan Polanharjo, Cawas, Delanggu, dan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, sekitar 1.000 hektar sawah tak ditanami petani hampir delapan bulan.
Petani menunggu bantuan benih yang tidak kunjung cair. Mereka trauma, setelah dua kali musim tanam, padi mereka diserang wereng. Serangan terjadi saat padi siap panen awal 2010. Akibatnya, petani rugi Rp 2,5 juta-Rp 3,5 juta per hektar. Setelah menanam kembali, padi mereka hancur dengan kerugian Rp 1,5 juta per hektar.
”Kami tidak berani menanam padi dengan modal sendiri. Petani sangat berharap bantuan benih dari pemerintah. Untuk menanam padi, setidaknya perlu Rp 600.000 per patok (3.000 meter persegi),” kata Djimanto, petani di Polanharjo.
Hujan berkepanjangan juga berdampak buruk pada panen jagung di Kabupaten Takalar,
Jagung juga sulit dikeringkan sehingga kualitasnya rendah dan harganya jatuh. Jagung yang lama kering berubah menjadi kehitaman. Harganya anjlok menjadi Rp 1.800 per kilogram dari biasanya Rp 2.050 per kilogram.