Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Sampah Gemah Ripah

Kompas.com - 03/11/2010, 03:10 WIB

OLEH ENY PRIHTIYANI

Aktif mengajar sebagai dosen di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan di Yogyakarta tak membuat Bambang Suwerda terjebak rutinitas. Ketika ide itu muncul, langsung dia berusaha mewujudkannya. Maka, lahirlah Bank Sampah Gemah Ripah yang kini sudah diterapkan di 20 desa di Bantul, DI Yogyakarta. 

Sebagai dosen tentang kesehatan masyarakat, dia menginginkan masyarakat di sekitar rumahnya hidup sehat. Begitu demam berdarah dengue (DBD) menyerang kampungnya, Bambang resah. Dia lantas menggagas pembentukan bengkel kesehatan lingkungan. Dalam benak Bambang, dengan membentuk bengkel kesehatan lingkungan, ia bisa mengajak warga untuk lebih peduli pada kebersihan lingkungan. Dengan kepedulian itu, kasus DBD otomatis akan turun jumlahnya.

”Saya mulai dari hal sederhana, yakni membuang sampah, seperti kaleng bekas, pada tempatnya agar tidak menampung air. Masyarakat saya ajak untuk mengumpulkan sampah dan memilahnya. Awalnya respons masyarakat tidak terlalu bagus karena mereka menilai sampah adalah urusan cetek yang tak perlu dibuat serius,” kata Bambang.

Respons warga yang tidak menggembirakan itu membuat dia harus berpikir keras. Sampai suatu saat ia melihat tayangan televisi yang menceritakan aktivitas sebuah komunitas dalam membangun bank sampah.

”Namun, konsep mereka baru sebatas mengumpulkan, lalu mengolahnya menjadi produk yang lebih bermanfaat,” katanya.

Istilah bank sampah membuat dia langsung teringat pada aktivitas perbankan. Meski latar belakang pendidikannya adalah teknik lingkungan, Bambang mencoba mengadopsi konsep bank konvensional pada bank sampah yang digagasnya. ”Waktu itu saya kepikiran bagaimana mengelola sampah seperti mengelola uang di bank. Gagasan itu kemudian saya lontarkan kepada anggota kelompok dan mereka menerima,” katanya.

Butuh proses

Setelah digagas cukup matang, momentum peringatan dua tahun gempa yang melanda Yogyakarta pada 2008 dimanfaatkan untuk meluncurkan gerakan bank sampah. Pada masa awal banyak warga yang masih bingung dengan konsep tersebut sehingga gerakan bank sampah kurang berjalan efektif. Baru sekitar sebulan kemudian, masyarakat bisa menerimanya.

Para peserta bank sampah disebut nasabah. Setiap nasabah datang dengan tiga kantong sampah yang berbeda. Kantong pertama berisi sampah plastik; kantong kedua adalah sampah kertas; dan kantong ketiga berisi sampah kaleng dan botol.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com