Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Produksi Kedelai Jabar Menyusut

Kompas.com - 04/11/2010, 16:35 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Produksi kedelai Jawa Barat pada 2010 diperkirakan bakal menyusut hingga 10 persen atau hanya mencapai 54.246 ton dibandingkan tahun sebelumnya sekitar 60.257 ton. Curah hujan tinggi sepanjang tahun mendorong sebagian besar petani mengganti komoditas kedelai yang biasa ditanam saat musim kemarau dengan padi yang pasarnya dinilai lebih jelas dan menguntungkan.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar Lukman Ismail, Rabu (3/11) di Bandung, mengatakan, alih komoditas ini tecermin dari penurunan ramalan luas panen kedelai yang pada 2009 lalu 41.775 hektar kini menjadi 36.537 hektar. "Dari survei kami, banyak petani, yang biasanya menanam kedelai di sela-sela musim tanam hujan dan kemarau, sekarang tetap menanam padi karena didukung curah hujan tinggi," ujarnya.

Padahal, pada 2009, produksi kedelai Jabar melonjak 27 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 32.921 ton. Di sisi produktivitas, lanjut Lukman, pada tahun ini akan mencapai 14,85 kuintal per hektar atau naik 3 persen dibandingkan tahun lalu 14,42 kuintal per hektar.

Sekretaris Kontak Tani dan Nelayan Andalan Jabar Rali Sukari membenarkan sebagian besar petani tahun ini mengalami tiga kali masa tanam padi. Tahun-tahun sebelumnya, kebanyakan petani hanya mengalami dua kali masa tanam. Waktu yang tersisa digunakan menanam komoditas semusim lain yang tak butuh banyak air, seperti jagung dan kedelai.

"Petani enggan menanam kedelai karena berpikir, padi lebih menguntungkan. Apalagi, harga kedelai lokal belum sebanding dengan biaya produksinya," kata Rali yang menambahkan, sebagian besar pasar kedelai di Jabar masih didominasi produk impor.

Baru 15 persen

Pasokan kedelai lokal yang tahun ini menyusut dikhawatirkan Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia Jabar Asep Nurdin akan semakin sering terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Setiap tahun Jabar membutuhkan kedelai sekitar 25.000 ton. Namun, pasokan petani lokal baru sekitar 10-15 persen dan sisanya impor.

"Saat ini harga kedelai impor kian tinggi. Dari September Rp 4.900 per kilogram kini menjadi Rp 5.700 per kg. Bahkan, pertengahan bulan ini, harga kemungkinan bisa mencapai Rp 6.000 per kg," katanya.

Harga kedelai impor tinggi akibat gangguan panen di negara produsen di tengah kenaikan permintaan komoditas ini untuk produksi susu kedelai dan pakan ternak. Negara produsen juga mulai memfokuskan produksi untuk kebutuhan domestik.

Asep mengakui, selain anomali iklim, petani enggan menanam kedelai karena harga komoditas lokal di pasar hanya sekitar Rp 5.000 per kg. Menurut Rali, harga ideal kedelai produksi petani seharusnya minimal Rp 5.500 per kg dengan asumsi biaya produksi tanam kedelai rata-rata Rp 4 juta per hektar dan produktivitas 1,2 ton per hektar.

Bambangtiar, seorang perajin tahu di Cibuntu, Kota Bandung, menuturkan, stok kedelai lokal sebenarnya sangat membantu industri tahu dan tempe saat harga produk impor mahal seperti saat ini. Walau kualitasnya sedikit di bawah produk impor, kedelai lokal bisa dijadikan campuran bahan baku untuk menyiasati biaya produksi. (GRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com