Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurban dan Bantuan Kemanusiaan

Kompas.com - 16/11/2010, 05:31 WIB

Al Makin

Apakah Ishaq atau Ismail yang dikorbankan sang Bapa Ibrahim: apakah itu menurut keimanan Yahudi, Kristiani, atau Islami? Apakah penggantian domba oleh Tuhan sendiri atau titah diperantarakan lewat malaikat?

Pelajaran yang sepadan tetap mungkin terpetik, yaitu mengorbankan yang kita cintai demi keridaan Ilahi, untuk kemanusiaan, dan makhluk lain di alam. Demi keberlangsungan kehidupan manusia secara kolektif ini dalam menghadapi ketidakteraturan semesta ini, kita dituntut untuk berkorban.

Perlu diingatkan bahwa keikhlasan adalah inti yang tertuju dalam upacara Idul Adha karena hewan kurban yang harus direlakan, berupa sapi, kambing, kerbau, atau unta, adalah simbol dari harta benda yang didapat dengan peluh dan keringat.

Jika Ibrahim mengorbankan sang anak yang selama ini ditunggu kelahirannya, demi rida Ilahi, sekadar darah dan daging hewan ternak belumlah sejajar. Tentu saja, saat ini tidaklah relevan jika anak atau sanak famili dikorbankan. Itu bukan hakikat dari ajaran pengorbanan di hari suci ini. Makna—sebagaimana diajarkan dalam hermeneutika Yunani, Biblikal, atau Qurani—telah bergeser dikarenakan situasi, konteks, dan waktu.

Sebagaimana ritual korban setiap tahun diselenggarakan oleh umat Islam Indonesia, gairah dan spirit kurban telah dirasakan di jalan-jalan utama sepanjang Pulau Jawa. Banyak poster dan iklan terpampang yang menawarkan berbagai hewan, dilengkapi dengan foto hewan gemuk, sehat, jantan, dan bertanduk.

Jika saatnya tiba, berbagai stasiun televisi dan radio akan menyiarkan ibadah shalat berjemaah, dengan khotbah yang lengkap dan berapi-api. Hampir semua khatib mengingatkan kembali betapa mulianya hari raya Idul Adha, yang ditandai dengan pembagian daging kurban, sebagai simbol kebersamaan dan rasa berbagi antarhamba Tuhan.

Yang berlebih mengusahakan seekor atau dua ekor hewan, dengan keikhlasannya menyerahkan makhluk itu kepada panitia yang akan segera mendistribusikan perolehan dagingnya kepada mereka yang tidak setiap saat bisa mencicipi protein daging yang tergolong mahal di negeri ini. Itu sebagai penanda rasa solidaritas, kemurahan hati, dan saling berbagi.

Kalimat terakhirlah yang perlu didengung-dengungkan dalam suasana Idul Adha.

Prima kausa dari kurban adalah mengamalkan solidaritas, berbagi, dan kemurahan hati, yang bisa dimanifestasikan dengan memberikan sesuatu untuk mereka yang memerlukan. Dalam bahasa Usul Fiqh (epistemologi hukum Islam), ini disebut illat, yaitu sesuatu bisa ditetapkan menjadi diharuskan (wajib), dianjurkan (sunah), dilarang (haram), atau dibolehkan (mubah), menurut hakikat ”sebab utama” yang bisa dikontekskan sesuai dengan ruang dan waktu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com