JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim dalam sidang terdakwa Komisaris Jenderal Susno Duadji menyindir enam mantan kepala polres (kapolres) di wilayah Jawa Barat terkait perkara dugaan korupsi dana pengamanan Pemilukada Jawa Barat 2008 yang menjerat Susno.
Saat itu, enam mantan kapolres bersaksi dalam sidang Susno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (14/12/2010). Mereka adalah Sugiono (mantan Kapolres Subang), Erwin Faisal (mantan Kapolres Sumedang), Suntana (mantan Kapolres Kota Tasikmalaya), Rudi Antariksawan (mantan Kapolres Kota Sukabumi), M Arif Ramadhan (mantan Kapolres Bandung Tengah), dan Moh Gagah Suseno (mantan Kapolres Majalengka).
Saat bersaksi, mereka mengakui adanya pemotongan dana yang diterima saat penyerahan tahap IV. Mereka tahu ada pemotongan dari bendahara satuan kerja (bensatker) seusai mengambil dana di Bidang Keuangan (Bitku) Polda Jabar. Jumlah pemotongan tiap polres berbeda-beda.
Para kapolres mengaku hanya mempertanyakan ke kapolres lain mengenai pemotongan dana. Mereka menerima setelah polres lain mengalami hal yang sama. Sebagai kuasa pengguna anggaran, mereka tidak mempertanyakan lebih lanjut kepada pihak polda tentang pemotongan.
Bahkan, mereka mau menandatangani kuitansi penerimaan uang dan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan kenyataan. Menurut mereka, bensat diarahkan pihak Bitku untuk membuat laporan sesuai kuitansi.
Sikap itu yang dikritik oleh Haswandi, hakim anggota. Menurut Haswandi, sebagai pemimpin para penyidik di polres, para kapolres seharusnya lebih tajam mempertanyakan penyimpangan itu.
"Apa yang buat tumpulnya sehingga tidak menggali lebih jauh?" tanya Haswandi.
"Kami yakin karena polres lain mengalami hal sama. Kami anggap selesai," jawab Suntana.
"Kenapa tidak berani tanya ke Kabitku-nya? Saudara enggak berani?" tanya Haswandi.
Dia mengaku tidak berani lantaran pangkat Kabitku Kombes Maman A satu tingkat di atasnya.