Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Kependudukan 2011

Kompas.com - 11/01/2011, 02:56 WIB

Sonny Harry B Harmadi

Majalah National Geographic edisi Januari 2011 mengangkat isu jumlah penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa. Kompas, Senin (10/1), juga mengangkat soal ledakan jumlah penduduk Indonesia.

Kedua isu itu berupaya menggugah masyarakat tentang ancaman ledakan jumlah penduduk. Selama ini dunia terlampau banyak menghabiskan energi untuk membahas isu-isu jangka pendek sehingga mengabaikan isu kependudukan yang berdampak besar pada jangka panjang.

Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat. Dahulu, untuk bertambah 1 miliar jiwa, dunia butuh 130 tahun (1800-1930). Kini, dalam 13 tahun, penduduk bertambah 1 miliar jiwa—dari 5 miliar jiwa tahun 1987 menjadi 6 miliar jiwa tahun 2000. Menurut lembaga kependudukan PBB (UNFPA), saat ini jumlah penduduk dunia mendekati 7 miliar jiwa hanya dalam 10 tahun.

Hasil Sensus Penduduk 2010 jelas menunjukkan gejala ledakan penduduk. Selama 10 tahun terakhir, penduduk bertambah 32,5 juta jiwa dan rata-rata pertumbuhan 1,49 persen. Pertambahan ini setara jumlah penduduk Kanada dan lebih banyak dari penduduk Malaysia. Jika pertumbuhan penduduk tetap 1,49 persen, tahun 2045 penduduk Indonesia 450 juta jiwa. Saat itu jumlah penduduk dunia diproyeksikan 9 miliar jiwa. Artinya, satu dari 20 penduduk dunia orang Indonesia.

Dengan jumlah penduduk 2010 yang ”hanya” 237,6 juta jiwa, pemerintah sudah dipusingkan oleh subsidi yang disalurkan. Banyak kota bermasalah dengan sampah, banjir, dan kemacetan. Ini belum lagi semakin sulitnya akses air, udara bersih, dan berbagai isu perubahan iklim. Bagaimana jika penduduk Indonesia mendekati 500 juta jiwa?

Para ahli demografi dan ahli lingkungan sering menggunakan istilah ecological suicide (bunuh diri ekologi) untuk mengaitkan masalah penduduk dengan lingkungan. Jumlah penduduk yang tidak terkendali akan berdampak buruk pada kualitas lingkungan.

Indonesia boleh berbangga karena mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri walaupun sebagian masih diimpor. Namun, sentra produksi pangan nasional tidak merata. Produksi beras mayoritas dihasilkan di Jawa, yang saat ini mengalami tekanan penduduk begitu besar. Perlu waktu lama memindahkan sentra produksi beras nasional ke luar Jawa. Penasihat Khusus Sekjen PBB Jeffrey Sachs mengungkapkan, pertumbuhan penduduk tinggi akan menghancurkan ekologi dan menghambat peningkatan pendapatan.

Di satu sisi, jumlah anak yang banyak akan menurunkan kemampuan investasi sumber daya manusia (SDM) dalam keluarga. Akibatnya, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat akan rendah. Di sisi lain, jumlah penduduk besar dengan SDM makin rendah akan kian menghancurkan kualitas sumber daya alam.

Institusi kependudukan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com