Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilyas Karim, Pengibar Sang Saka Pertama

Kompas.com - 17/08/2011, 21:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah kakinya kini tak lagi setegap dulu. Untuk menaiki anak tangga, kakinya pun bergetar. Padahal, setengah abad yang lalu, dua kaki itu masih kuat menghentak bahkan menendang lawan.

Selain kaki, penurunan fungsi bagian tubuh juga tampak di mata. Di matanya, ada dua buah plester yang menempel di atas kelopak mata. Plester itu bertugas memaksa kelopak matanya untuk selalu terbuka.

Kerut wajahnya pun mengindikasikan kakek tua ini sudah mengecap asam garam kehidupan. Dialah Ilyas Karim (84), seorang pejuang bangsa yang kini jasanya seolah dilupakan pemerintah.

Nama Ilyas Karim memang tidak terlalu populer di kalangan generasi penerus. Namun, sejarah mencatat ada seorang pemuda berusia 18 tahun mengenakan celana pendek dengan mantap mengibarkan sang saka Merah Putih pada tanggal 17 Agustus 1945 untuk pertama kalinya.

Dia-lah saksi hidup naskah proklamasi kemerdekaan RI dibacakan oleh Presiden Soekarno yang didampingi Wakil Presiden Mohammad Hatta di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta Pusat. Ilyas masih ingat ketika dipercaya sebagai pengibar bendera Merah Putih, hatinya pun bergejolak gembira.

"Bagaimana tidak senang? Saat itu detik-detik kemerdekaan negara kita. Dan saya di situ mengibarkan bendera Indonesia pertama kali di hadapan pak Presiden, Bung Hatta, Bu Fatmawati," tutur Ilyas, Rabu (17/8/2011), saat dijumpai di kediamannya yang ada di pinggir rel di Jalan Rawajati Barat nomor 7, Kalibata, Jakarta Selatan.

Ia mengaku tidak tahu mengapa dirinya yang ditunjuk sebagai pengibar bendera. Ketika itu, Ilyas hanya mengikuti seniornya, Chairulsaleh yang memberitahukan pemuda di Asrama Pemuda Islam (API) untuk bersiap berkumpul di rumah Bung Karno keesokan harinya.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi, Ilyas bergegas menuju rumah Bung Karno. Setibanya di sana, tangan Ilyas tiba-tiba ditarik oleh Sudanco Latief Hendraningrat dan disuruh berdiam diri di samping tiang bendera.

"Saat itulah saya diminta jadi pengibar bendera bersama Sudanco Singgih. Hanya karena saya datang duluan dibandingkan teman-teman, jadinya sayalah yang ditunjuk. Coba kalau telat, ceritanya pasti berbeda," tutur Ilyas sembari bercanda.

Menurut Ilyas, ada satu momen di mana dirinya tidak akan lupa adalah ketika Fatmawati menghampirinya sambil membawa sebuah kotak. Kotak itu berisi bendera Merah Putih yang sudah dijahit sehari sebelumnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com