Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Advokasi Hak Atas Air Gugat Privatisasi Air

Kompas.com - 13/09/2011, 18:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Hak Atas Air akan menggugat negara yang dianggap lalai dalam mengurus kebutuhan air yang menjadi hak hidup warga. Hajat hidup warga negara tersebut malah dikomersialkan dengan diserahkan pengelolaannya pada pihak swasta.

"Privatisasi atas air jelas melanggar UUD 45, yang jelas-jelas menyatakan air sebagai hak hidup orang banyak," kata Tommy A.M. Tobing, Koordinator Tim Advokasi saat konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro No.74, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2011).

Gugatan ini mengacu pada kebijakan Pemerintah Provinsi DKI yang menyerahkan pengelolaan air minum kepada pihak swasta sejak 1997. Akibatnya, selain warga harus membayar air dengan harga mahal, pemerintah pun tidak dapat turut campur lagi terhadap keluhan warga akan kebutuhan air, lantaran dibatasi kontrak konsensi yang ditandatangani dengan pihak swasta.

"Hak eksklusif telah diserahkan 100 persen kepada swasta, termasuk aset, bahkan PAM Jaya tidak boleh mengadakan inspeksi atas aset-asetnya," tambah M Reza, anggota Tim Advokasi.

Gugatan ditujukan pada sembilan pihak terkait yang bertanggung jawab atas privatisasi air di Provinsi DKI Jakarta. Mereka adalah Presiden dan Wapres, Menteri PU, Menteri Keuangan, Gubernur DKI, DPRD DKI, PT PAM Jaya, PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), dan PT Aetra Air Jakarta. Dua yang terakhir merupakan operator swasta yang menangani kebutuhan air warga DKI.

Beberapa poin tuntutan yang disampaikan, di antaranya menghentikan kebijakan swastanisasi air minum di Provinsi DKI Jakarta, melaksanakan pengelolaan air minum di Provinsi DKI sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang juga dirativikasi Indonesia, dan membatalkan perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani Direktur PDAM Provinsi DKI bersama PT Palyja dan PT Thames PAM Jaya pada 6 Juni 1997, beserta turunan dan addendum-nya.

Tuntutan pembatalan perjanjian dengan dua operator swasta di atas, menurut Tommy, perlu disegerakan, mengingat isinya justru merugikan pihak pemerintah. "Ada ketidakseimbangan yang mengikat para pihak. Dalam hal ini, negara menjadi pihak yang dirugikan," tegas Tommy.

Akibat perjanjian tersebut, Pemprov DKI harus menanggung beban utang kepada pengelola sebesar Rp 348 miliyar. Jumlah tersebut diperkirakan akan membengkak menjadi Rp 18 triliun pada akhir kontrak, tahun 2022 .

"Pemerintah harus menyelesaikan masalah ini karena telah menandatangani Resolusi PBB tentang Air sebagai HAM pada 2010 lalu," tambah M Reza.

Gugatan Tim Advokasi Hak Atas Air akan diserahkan ke PN Jakarta Pusat dalam waktu dekat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com