Jakarta, Kompas
Suku Anak Dalam yang tergusur dan belum mendapatkan penggantian tanah ulayat ini jumlahnya mencapai 204 kepala keluarga. Mereka semula tinggal di lahan milik leluhur mereka di perkampungan Sungai Beruang. Perkampungan itu sudah ada sejak 1920, sebelum adanya perkebunan kelapa sawit yang dikelola perusahaan swasta.
”Masyarakat kami kini tinggal di tenda-tenda dan sebagian mengungsi ke tempat lain,” ungkap Roni, Kepala Dusun Sungai Beruang, Senin (19/9), di Kantor Komnas HAM Jakarta. Suku Anak Dalam mengadu ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan, didampingi lembaga swadaya masyarakat CAPPA, Wahana Lingkungan Hidup, Yayasan Setara, dan Perkumpulan Hijau.
Roni mengatakan, sampai sekarang belum ada kejelasan dari pengelola kebun sawit untuk memberikan ganti rugi tanah warga yang diambil untuk sawit. Tanah ulayat milik Suku Anak Dalam di Dusun Sungai Beruang luasnya sekitar 5.100 hektar.
Rivani Noor dari Yayasan CAPPA, LSM yang bergerak di bidang HAM dan lingkungan hidup, mengatakan, permintaan masyarakat Suku Anak Dalam ini sederhana saja, yaitu mendapatkan penggantian atas hak dasar hidup mereka.
Dela, salah satu anggota Badan Pekerja Divisi Pemantauan Komnas Perempuan, mengatakan, mereka akan membahas pengaduan ini dalam sidang. Adapun Komnas HAM akan menyurati Kapolri dan Kapolda Jambi agar menarik aparat dari areal perkebunan kelapa sawit.