Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Transportasi Pelik

Kompas.com - 20/09/2011, 03:25 WIB

Jakarta, Kompas - Angkutan umum di Jakarta masih didera sejumlah persoalan. Berdasarkan survei yang diselenggarakan Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan tahun 2011, persoalan itu menyangkut waktu ngetem yang lama hingga ke masalah keamanan.

Dalam survei itu, sebagian besar responden mengeluhkan soal ngetem yang terlalu lama, disusul soal dioper ke angkutan lain, sopir yang ugal-ugalan, dan 112 responden mendapati terlalu banyak pengamen serta pedagang di angkutan umum. Kriminalitas, seperti pencopetan, juga dialami oleh 54 responden. (Grafis halaman 1).

Padahal, angkutan umum tetap menjadi pilihan warga karena akses mudah (37 persen dari 674 responden). Angkutan umum juga dianggap berbiaya murah (19 persen). Sebanyak 11 persen responden naik angkutan umum karena tidak punya pilihan lain.

Sementara itu, 342 sopir angkutan kota yang disurvei memiliki beragam pekerjaan sebelumnya, terbesar buruh, baru mantan sopir, penganggur, pedagang, wiraswasta, dan kernet.

Dari sisi usia, ada 1,8 persen yang belum genap 20 tahun, 27,2 persen berumur 20-30 tahun, dan terbesar 35,7 persen sopir berumur 30-40 tahun.

Hak warga diabaikan

Ketua PBHI Jakarta Poltak Agustinus Sinaga berpendapat, kejahatan dan kriminalitas di ranah publik menunjukkan ketidakseriusan negara dalam memberikan rasa aman kepada warga. Padahal, warga negara memiliki hak atas rasa aman yang dijamin dalam Pasal 9 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia dalam UU Nomor 12 Tahun 2005.

”Tindak kriminal di angkutan umum saat ini sudah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Betapa tidak, saat warga negara keluar dari rumahnya untuk beraktivitas secara sosial, justru mendapat ancaman di ruang publik,” kata Poltak dalam keterangan pers, Senin (19/9).

Negara, menurut Poltak, memiliki alat untuk melindungi warga melalui kepolisian. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui dinas perhubungan juga tidak dapat berbuat banyak atas jatuhnya korban di angkutan umum. Padahal, warga berharap kedua institusi itu memberikan rasa aman dan nyaman atas pajak yang mereka bayarkan.

”Isunya adalah penegakan hukum, tidak boleh tidak. Namun, sayangnya, persoalan angkot sejauh ini masih diabaikan pemerintah. Saya menduga karena penggunanya bukan kalangan elite sehingga menjadi anak tiri dari sistem transportasi, seperti kereta,” ujar Hendricus Andy S, dosen Kajian Perkotaan Pascasarjana Universitas Indonesia (UI).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com