Pelaku memberikan iming- iming promosi atau hadiah. Untuk mendapatkannya, pelanggan diharuskan menekan *xxx*yyy#.
”Dari modus yang digunakan, kemungkinan besar pelaku adalah pelaku kejahatan yang terorganisasi. Pelaku memiliki database nomor handphone aktif di Indonesia. Hanya dengan Rp 150.000, seseorang dapat membeli database yang berisi ribuan data valid seperti nama, alamat, dan nomor telepon,” kata pakar forensik digital, Ruby Z Alamsyah, melalui surat elektroniknya kepada Kompas, Selasa (4/10).
Menurut Ruby, pelaku menyediakan sistem atau SMS gateway yang dapat dibuat dengan modal kurang dari Rp 4 juta. Dari SMS gateway, disiapkan aplikasi yang dapat mengirimkan SMS dengan isi tertentu ke sejumlah nomor handphone yang ada dalam database mereka.
Sebagian besar mereka menggunakan nomor SIM card GSM yang memiliki layanan SMS gratis dalam jumlah tertentu, ratusan atau bahkan ribuan. Dengan menggunakan metode ini, pelaku dapat mengurangi biaya operasional mereka, misalnya dengan mengirimkan secara acak ke 1.000 nomor ponsel. Jika ada 5 persen sampai 10 persen yang menjadi korban, itu sudah sangat bagus hasilnya bagi pelaku.
Dari pendaftaran handphone ke SMS premium, pelaku bisa mendapatkan hasil sangat signifikan. Keuntungan ini berlangsung berhari-hari ataupun lebih tergantung sampai kapan korban sadar dan segera menonaktifkan layanan tersebut.
”Pelaku terdorong melakukan ini karena biaya operasional sangat kecil, sementara hasilnya jauh lebih besar,” kata Ruby.
Apalagi, saat ini di Indonesia ada lebih dari 150 juta pengguna nomor seluler sehingga potensi pencurian pulsa bisa lebih dari Rp 100 miliar per bulan.
Oleh sebab itu, Ruby meminta pengguna nomor seluler agar mengabaikan segala bentuk promosi yang datang dari nomor tidak dikenal ataupun nomor SMS premium. Jika perlu, pengguna melaporkan segera ke operator bila merasa dirugikan.