Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prijanto Semakin Terbuka soal Ketidakcocokan dengan Foke

Kompas.com - 28/01/2012, 03:23 WIB
Riana Afifah

Penulis

KOMPAS.com — Pada hari Minggu (25/12/2011), sosok Prijanto yang merupakan Wakil Gubernur DKI Jakarta menyedot banyak perhatian masyarakat lantaran pernyataan pengunduran dirinya sebagai pendamping Fauzi Bowo. Banyak pihak berpendapat terhadap sikap yang diambil oleh purnawirawan TNI ini mengingat masa baktinya tinggal tersisa 10 bulan lagi.

Setelah hampir sebulan lamanya masyarakat bertanya-tanya mengenai alasan yang memicu mundurnya Prijanto, ia pun muncul dengan buku berjudul Kenapa Saya Mundur dari Wagub DKI Jakarta yang seharusnya diberikan kepada anggota DPRD DKI Jakarta saat rapat paripurna yang batal pada Rabu (25/1/2012). Buku setebal 88 halaman disertai lampiran ini seolah menjadi buku harian yang berisi curahan hati dari seorang Prijanto untuk Fauzi Bowo yang berpasangan selama empat tahun ini.

Ia bertutur dengan gamblang melukiskan perasaannya terhadap perlakuan atasannya tersebut. Ia mengungkapkan bahwa semakin lama hubungan antara atasan dan bawahan ini makin tidak sehat sehingga tidak memungkinkan baginya untuk bekerja secara produktif. Menurutnya, banyak ide yang dilontarkan kepada Foke, sapaan akrab Fauzi Bowo, untuk solusi masalah Jakarta tidak mendapat tanggapan.

"Pelan-pelan saya belajar menyadari bahwa saya hanya berhadapan dengan situasi dan kondisi yang bagaikan tembok. Sesungguhnya tanda-tanda itu sudah tampak di masa kampanye," kata Prijanto dalam tulisannya di buku Kenapa Saya Mundur dari Wagub DKI Jakarta.

Ia mengungkapkan, pernah ada acara rapat dengan komisi-komisi DPR RI terpaksa batal setelah mengetahui yang menerima adalah dirinya, bukan Gubernur DKI Jakarta. Kemudian yang, menurutnya, juga tak kalah menyakitkan adalah saat acara Coffee Morning di Balaikota pada tahun 2008, ia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara, padahal ia sudah menyiapkan paparan untuk hari itu.

"Menjelang acara dimulai, Karo KDH lapor, Wagub tidak diizinkan bicara! Sudah susah payah berusaha membantu Gubernur untuk menyelesaikan masalah Kota Jakarta, malah tidak boleh ngomong," tuturnya.

Kemudian pada saat Rapat Pimpinan yang membahas masalah perparkiran, Foke sempat naik darah dan berbicara dengan nada keras serta memberi penekanan penyebutan gelar doktor. Seolah-olah mengindikasikan bahwa penanganan masalah parkir ini hanya bisa diselesaikan seseorang yang memiliki gelar doktor.

"Gubernur menghina karena saya tidak punya gelar? Gelar itu penting sekali, apalagi bila gelar itu melekat pada pribadi yang punya komitmen untuk memihak golongan lemah. Tapi apa gunanya gelar akademis yang tinggi tapi mandul, buta, dan tuli terhadap kenyataan hidup yang memerlukan pemihakan," ujarnya.

Bahkan, menurutnya, untuk pelimpahan tugas dan urusan dinas, Gubernur tidak pernah memberitahu kepada dirinya selaku Wagub, baik itu secara lisan, telepon, maupun pesan singkat. Ia pun menganggap Gubernur menodai bulan madu mereka saat terjadi polemik mengenai Dirut PAM Jaya.

Memasuki tahun 2011, situasi kerja yang tidak harmonis semakin menjadi. Ia merasa tidak diberi kesempatan untuk mengabdi jepada masyarakat. Contohnya pada rangkaian kegiatan HUT ke-484 DKI Jakarta, dirinya sama sekali tidak mendapat penugasan. Padahal, tahun-tahun sebelumnya berbagai festival masih dibuka olehnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com