Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta "Dua Lantai" ala Jabodetabek

Kompas.com - 17/02/2012, 10:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - ”Kenapa harus bangga naik di atap?” ujar Boy (21). Warga Bogor yang bekerja di Asemka, Jakarta Barat, ini sudah tiga tahun terakhir menjadi pelanggan KRL ekonomi. Bersama ratusan orang, dia memilih duduk di atap lantaran kabin penumpang sudah teramat sesak. ”Semata karena kami butuh transportasi.”

Kereta rel listrik (KRL) ekonomi memang menjadi primadona bagi ratusan komuter. Selain cepat dan terjadwal, harga tiketnya juga murah meriah. Kepadatan KRL ekonomi sampai ”dua lantai ” menjadi pemandangan setiap pagi, terutama KRL jalur Bogor.

Jalur terpanjang di lintasan KRL Jabodetabek ini memang teramat diminati. Di jalur Bekasi, sebagian komuter menumpang kereta jarak jauh atau kereta lokal yang masuk Jakarta pagi hari. Hal ini tidak ada di jalur Bogor sehingga KRL menjadi satu-satunya andalan. Bagi sebagian orang dengan pendapatan pas-pasan, inilah solusi transportasi umum paling rasional.

Boy menuturkan, uang transportasi yang diberikan bosnya Rp 120.000 per bulan atau sekitar Rp 4.000 per hari. Adapun total pendapatan sebulan tidak sampai Rp 1 juta. Dengan uang ini, hanya KRL ekonomi yang bisa dijangkau. Tarif Rp 2.000 sekali jalan dengan KRL ekonomi jauh lebih murah daripada KRL Commuterline yang bertarif Rp 7.000 atau bus yang tarifnya sampai Rp 12.000.

Dengan pilihan transportasi umum yang terbatas, para pekerja seperti Boy lebih siap menanggung segala risiko duduk di atap asalkan bisa sampai di tempat kerja tepat waktu dan tidak dipotong Rp 5.000 karena terlambat.

Tidak mempan

Sama seperti naik di lokomotif, kabin masinis, dan gerbong barang, menumpang di atap kereta melanggar Pasal 183 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Hukumannya paling lama tiga bulan penjara atau denda maksimal Rp 15 juta. Namun, sulit juga menghukum ratusan penumpang di atap setiap hari.

Banyak upaya dilakukan PT Kereta Api Indonesia untuk menghalau penumpang di atap. Sejumlah alat dipasang, mulai dari pintu koboi sampai semprotan air. Ada juga razia menurunkan paksa penumpang di atap dan sidang atas pelanggaran ini. Pertemuan dan marawis juga digelar untuk membujuk para penumpang agar tidak lagi duduk di atap.

Untuk kereta lokal Purwakarta-Jakarta, seperangkat bandul beton dipasang sebelum kereta masuk di Stasiun Bekasi.

Penumpang jatuh dari atap dan meninggal juga sudah banyak. Namun, ini tidak membuat jera penumpang di atap. Pun ketika penumpang yang jatuh itu berada di sebelah mereka.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com