Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakhra, Korban Serangan Air Keras itu Mengakhiri Hidupnya

Kompas.com - 29/03/2012, 15:49 WIB

KOMPAS.com - Setelah menjalani 39 operasi selama lebih dari 10 tahun untuk memperbaiki wajahnya yang rusak akibat disiram air keras oleh suaminya sendiri, Fakhra Younus nekad mengakhiri hidupnya pada 17 Maret lalu. Perempuan 33 tahun asal Pakistan ini melompat dari lantai 6 sebuah bangunan di Roma, Italia, tempatnya menjalani perawatan selama ini.

Fakhra masih bekerja sebagai penari di sebuah kawasan prostitusi di Karachi, Pakistan, ketika bertemu Bilal Khar, suaminya yang putra mantan gubernur provinsi Punjab. Meskipun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, Bilal menikahi Fakhra. Namun, pernikahan mereka hanya berlangsung selama tiga tahun, karena Fakhra tidak tahan dengan sang suami yang kerap melakukan tindak KDRT fisik maupun verbal.

Pada bulan Mei 2000, ketika Fakhra sedang tidur di rumah ibunya, mendadak Bilal datang lalu menyiramkan air keras ke sekujur tubuh sang istri. Putra Fakhra yang berusia 5 tahun (dari hubungannya dengan pria lain), menjadi saksi insiden tersebut. Serangan tersebut membakar rambut Fakhra, melekatkan bibirnya karena meleleh, membutakan satu matanya, merusak telinga kirinya, dan melelehkan payudaranya.

Ketika dilarikan ke rumah sakit, Fakhra mengatakan, "Wajahku menjadi penjara untukku." Sementara putranya yang masih belia bilang, "Ini bukan ibuku!"

Serangan air keras tersebut menarik perhatian dunia internasional. Fakhra lalu dipindahkan ke Roma, Italia, untuk menjalani perawatan intensif. Negara ini menanggung biaya perawatan dan biaya hidup sehari-hari Fakhra, bahkan menyekolahkan anaknya. Tehmina Durrani, mantan istri Ghulam Mustafa Khar (ayah Bilal), adalah orang yang mengupayakan semua hal tersebut. Ia kemudian menjadi pengacara untuk Fakhra.

Menurut Durrani, cidera yang dialami menantu tirinya adalah yang terburuk yang pernah dilihatnya dari banyak korban serangan air keras.

"Seringkali kami mengira ia akan meninggal pada malam hari, karena hidungnya meleleh, menyebabkannya tak bisa bernafas," ujar Durrani, yang menulis sebuah buku mengenai hubungannya dengan ayah Bilal yang juga penuh kekerasan. "Biasanya kami memberikan sedotan di mulutnya yang masih tersisa, karena yang lain sudah meleleh dan menyatu."

Sebelum penyerangan itu terjadi, hidup Fakhra memang selalu susah. Ia menjadi tulang punggung keluarganya. Di lain pihak, Bilal tumbuh dalam lingkungan yang jauh berbeda karena mewarisi kekayaan dan kekuatan dari kaum elit feodal di Pakistan.

Namun Bilal menyangkal telah melakukan serangan tersebut. Dalam suatu wawancara televisi menyusul tindakan bunuh diri Fakhra, ia mengatakan bahwa ada pria lain dengan nama yang sama, yang telah melakukan kejahatan tersebut. Bilal juga mengatakan bahwa Fakhra bunuh diri karena tidak punya uang, bukan karena cidera parahnya. Bilal lalu mengkritik media karena mengganggunya dengan isu tersebut.

"Kalian seharusnya lebih mempertimbangkan situasiku. Aku punya tiga anak perempuan, dan orang-orang mengejek mereka saat mereka pergi ke sekolah," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com