Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Nilai Rencana Kenaikan BBM Dipolitisasi

Kompas.com - 01/04/2012, 00:11 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, pembahasan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dipolitisasi. Segala sesuatunya, kata Yudhoyono, dikait-kaitkan dengan kepentingan politik, kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014.

Hal tersebut diungkapkan Yudhoyono dalam jumpa pers seusai memimpit rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, Jumat (31/3/2012). Kondisi yang demikian, lanjut Yudhoyono, membuat pembahasan dan pemikiran terkait opsi ini, berjalan kurang objektif dan rasional. Padahal, menurutnya, pemeirintah mengajukan opsi kenaikan harga BBM semata-mata untuk menyelamatkan perekonomian nasional.

"Salah satunya yang perlu pemerintah lakukan adalah untuk bersama-sama DPR melakukan perubahan APBN 2012. Mengapa? Karena banyak hal yang sudah tidak sesuai lagi, misalnya harga minyak mentah, nilai tukar rupiah, takaran pertumbuhan, dan angka inflasi," ujar Yudhoyono.

Penyesuaian harga BBM bersubsidi, menurutnya, perlu dilakukan untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut. "Dan kalau tidak diubah, maka yang terjadi adalah sasaran yang telah kita tetapkan tidak dapat kita capai. Bisa terjadi defisit yang besar, melebihi ketentuan yang diharuskan undang-undang," ujar Yudhoyono.

Lagipula, bukan kali ini saja pemerintah menaikan haga BBM. Berdasarkan catatan sejak Indonesia merdeka, kata Presiden, pemerintah 38 kali menaikkan hharga BBM. "Di era reformasi, tujuh kali, termasuk di saat Presiden Gus Dur dan Megawati," katanya.

Di era pemerintahannya sendiri, Yudhoyo mengaku tiga kali menaikkan harga BBM. Namun, tiga kali pula pemerintah menurunkan harga BBM. "Saya yakin, bahwa setiap presiden dan pemerintah yang dipimpinnya, yang naikkan BBM itu pastilah bukan untuk sengsarakan rakyatnya," tegas Yudhoyono.

Seperti diberitakan sebelumnya, rapat paripurna DPR yang berlangsung Jumat (30/3/2012) hingga Sabtu dini hari menyetujui opsi penambahan ayat 6a dalam pasal 7 Undang-Undang No.22 Tahun 2011 tentang APBN 2012. Dengan demikian, pemerintah mendapat kewenangan menaikan atau menurunkan harga BBM di saat kondisi tertentu, yakni manakala ada perubahan 15 persen atau lebih rata-rata selama enam bulan terakhir terhadap ICP.

Dalam pasal itu disebutkan pula bahwa kewenangan pemerintah diberikan untuk menetapkan kebijakan pendukung sebagai respon dari penyesuaian harga BBM itu. "Sebenarnya kewenangan pemerintah seperti itu bukan luar biasa, karena otoritas atau kewenangan itu juga berlaku di banyak negara, dan berlaku di Indonesia sejak pemerintahan yang lalu," kata Yudhoyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    [POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

    Nasional
    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

    Nasional
    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

    Nasional
    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

    Nasional
    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

    Nasional
    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

    Nasional
    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

    Nasional
    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

    Nasional
    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

    Nasional
    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

    Nasional
    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

    Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

    Nasional
    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

    Nasional
    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com