Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masih Adakah Misteri di Balik Terbunuhnya Raafi?

Kompas.com - 24/04/2012, 07:45 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus pembunuhan Raafi Aga Winasya Benjamin telah berlangsung selama empat pekan dengan terdakwa Sher Muhammad Febri Awan (42). Sang terdakwa dan kuasa hukumnya terus mengulang pernyataan yang sama, pelaku penusukan yang sebenarnya belum ditemukan.

Febri dan kuasa hukumnya Endy Martono layak menyuarakan hal itu mengingat belum ditemukannya alat bukti material penting. Keberadaan belati yang menyobek bagian perut sebelah kanan siswa SMU Panggudi Luhur pada Sabtu, 5 November tahun silam, memang masih menjadi misteri hingga saat ini. Pihak penyidik belum bisa menghadirkan bukti penting tersebut.

Karena itu, wajar jika kuasa hukum sampai harus ngotot mengajukan banding atas putusan sela majelis hakim yang dibacakan hari ini, Senin (23/4/2012), sesuatu yang terbilang jarang terjadi. Salah satu alasannya, mereka berkeyakinan bukti material belum lengkap untuk melanjutkan proses persidangan.

Lantas, di mana keberadaan belati tersebut? Hingga awal sidang pihak penyidik menyatakan belum berhasil menemukan alat bukti tersebut. Jika tidak ditemukan, lalu mengapa pihak Febri bersikeras menolak dakwaan yang diarahkan kepadanya?

"Bukan saya pelakunya. Kalau siapa pelakunya, saya tidak tahu. Tapi, saya bisa menjelaskan," kata Febri menjelang sidang perdana, Senin (2/4/2012) lalu.

Pernyataan tersebut menyisakan misteri yang lebih tebal. Jika bukan dia pelakunya, mengapa mantan tokoh ormas itu masih berupaya menutup-nutupi orang yang dianggap sebagai pelaku sebenarnya. Lagi pula, mengapa pihak Febri bersikeras mendorong opini berbeda terkait pelaku penusukan.

Endy Martono mengindikasikan pelakunya adalah seorang yang terlatih secara profesional dalam melakukan tindakan seperti itu. Kesimpulan itu ditarik dari fakta kondisi luka yang terdapat pada korban.

"Pasti sangat terlatih dan ahli. Luka di perut korban itu luka sabetan yang menyayat lurus sekitar 30 sentimeter. Kalau orang biasa pasti acak-acakan di perut," kata Endy sambil tangannya menirukan cara memegang alat penusukan.

Luka seperti itu, menurut Endy, kemungkinan disebabkan oleh sayatan belati atau pisau lipat khusus. Ketepatannya yang mematikan juga terlihat jelas dari luka yang ditimbulkan.

Hasil visum et repertum yang dikeluarkan RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 21 November menyebutkan kekerasan senjata tajam itu merobek hati dan batang nadi pada tubuh korban.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com