Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan Mudahnya, Mereka Tewas...

Kompas.com - 01/09/2012, 14:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ani Julaeda (46) dan Abdul Gani (51) tampak terduduk lesu di depan kontrakan sederhananya di RT 03 RW 03, Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur. Kedua pasangan suami istri tersebut hanya bisa berurai air mata saat para tetangga, kerabat, dan handai taulan menyalami sambil memeluknya.

"Sabar ya bu, Enday sudah diterima di sisi Allah. Dia anak baik, ibu tenang saja," ujar salah satu kerabatnya sambil menepuk pundak Ani, Jumat (31/8/2012) sore.

Kamis (30/8/2012) subuh, Ani tampak tekun di depan meja setrika. Satu setel baju seragam digosoknya hingga licin agar siap dipakai tepat pukul 05.30 WIB, waktu Enday berangkat sekolah. Meski sudah dua hari belum sempat dicuci, ia ingin bungsu dari tiga bersaudara itu tampil bagus di depan teman-temannya. Terlebih hari itu, merupakan minggu ke tiga Enday masuk sekolah.

"Pas dia sudah pakai baju, ibu semprotin minyak wangi di pundaknya, dia marah, ibu kaya cewe aja pakai di semprot-semprot," kenang Ani menirukan protes Ahmad Yani, nama asli Enday.

Tak ada yang menyangka, percakapannya dengan si bungsu itu adalah untuk yang terakhir kalinya. Kamis sore sekitar pukul 17.00 WIB, bencana seakan menerpa keluarga tersebut. Dengan nafas tersengal, dua orang teman Enday datang ke kontrakan Ani membawa pesan maut. Bus Metro Mini yang ditumpangi si bungsu beserta teman-temannya dihadang kelompok pelajar lain.

Enday terkena sabetan celurit di kepala, leher, dan punggung. Enday pun tergeletak kritis di IGD RS Islam Pondok Kopi. Nahas, nyawa remaja yang dikenal cerdas di bangku sekolah tersebut hanya bertahan dua jam. Pukul 19.00 WIB, seluruh peristiwa yang pernah dialami bersama Enday, sirna sudah. Usaha sang kakak untuk mendonorkan darah pun tak berguna lagi.

Enday yang dikenal kerap membantu anak yatim itu, tewas.

Dua Hari, Tiga Tewas

Aksi tawuran para generasi penerus bangsa itu semakin mengkhawatirkan. Peristiwa tewasnya seseorang diakibatkan aksi brutal para pelajar, rupanya bukan hanya menimpa Ahmad Yani. Tercatat, tiga orang meregang nyawa, termasuk Ahmad Yani, hanya dalam waktu dua hari.

Rabu (29/8/2012) pukul 15.00 WIB, seorang pelajar SMP 6, Bulak Klender, Jakarta Timur, Jasuli (15), menjadi korban tewas. Kelompoknya terlibat adu jotos dengan kelompok pelajar lainnya di perlintasan rel kereta api luar kota. Jasuli pun berlari di perlintasan rel. Tak menyadari laju kereta di belakangnya, Jasuli pun tertabrak dan terseret hingga puluhan meter. Jasuli dinyatakan tewas ditempat.

Kamis, (30/8/2012), sekitar pukul 15.25 WIB, tawuran terjadi antara dua kelompok pelajar, yaitu SMKN 39 melawan pelajar gabungan SMK Budi Utomo dan SMK Ristek Penggilingan. Adu jotos itu dilakukan kedua kelompok di dekat Stasiun Kereta Klender Lama, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Rahiman (64), seorang tukang cukur, menghindari tawuran dengan berlindung di tembok balik rel. Nahas, ia tak menyadari kereta melaju di belakangnya. Korban pun tewas dengan luka di kepala.

Marak Tawuran, Sepi Penjagaan

Sepanjang Jalan Bekasi Timur, Jalan I Gusti Ngurah Rai, tepatnya Stasiun Buaran, Stasiun Klender, Duren Sawit hingga Cakung, Jakarta Timur, memang kerap dijadikan arena favorit pelampiasan amarah para pelajar. Warga sekitar menyayangkan ketidakberdayaan kepolisian setempat dalam menghalau kebrutalan para pelajar itu.

Pasalnya, meski hampir setiap hari adu jotos berlangsung, selama itu pula polisi absen di tempat. Terlebih, tawuran itu terjadi pada waktu yang relatif sama tiap hari. "Coba aja nongkrong di sini setiap Kamis, Jumat atau Sabtu, pasti ada tawuran. Tapi ya sudah, kalau nggak ada Polisi, warga yang bubarin," ujar Mat Sani (52), seorang pedagang warung rokok di dekat Stasiun Buaran, Jumat malam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com