JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan tarif commuter line pada Oktober mendatang ternyata menuai protes dari sejumlah pengguna setianya. Tarif yang naik ini dinilai tidak relevan dengan pelayanan yang diperoleh oleh para penumpang.
Salah seorang pekerja swasta di kawasan Kebon Sirih, Nauli Silitonga, mengatakan bahwa kenaikan tarif commuter line ini tidak masuk akal mengingat perbaikan pelayanan yang diharapkan tidak kunjung terlaksana.
"Sekarang saja AC-nya nggak nyala dan cuma diganti dengan kipas angin. Padahal dulu saat ada ekspress, bayar lebih mahal tapi pelayanannya memang lebih baik dan tidak terlalu penuh," kata Nauli, saat ditemui di Stasiun Gondangdia, Jakarta, Selasa (25/9/2012).
Ia juga mengungkapkan bahwa sistem transit yang diterapkan oleh PT KAI di beberapa stasiun malah terasa menyulitkan.
"Seperti di Manggarai, kadang kalau mau meneruskan perjalanan pindahnya ke jalur lain yang harus nyebrang dulu. Nah kalau pas ada kereta juga kan ribet," ujar Nauli.
Tidak hanya itu, ia juga menyayangkan tidak ada informasi pemberhentian di tiap stasiun yang menyulitkan penumpang yang baru mencoba naik commuter line.
Namun untuk penumpang lama, jika naik pada jam malam juga kerap kesulitan turun tanpa informasi pemberhentian.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT KAI berencana menaikkan tarif commuter line sebesar Rp 2.000 pada 1 Oktober mendatang.
Berikut rinciannya: Bogor-Jakarta Kota/Jatinegara Rp 9.000, Bogor-Depok Rp 8.000, Depok-Jakarta Kota/Jatinegara Rp 8.000, Bekasi-Jakarta Kota Rp 8.500, Tangerang-Duri Rp 7.500, Parung Panjang/Serpong-Tanah Abang Rp 8.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.