Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usman Hamid: FPI Harus Bisa Hargai Perbedaan

Kompas.com - 09/10/2012, 18:12 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, menilai tuntutan Front Pembela Islam untuk menunda pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta hanya terkait permasalahan administratif. Ia berharap desakan FPI itu tidak sampai menghambat pelantikan gubernur baru.

"Saya kira masyarakat kita sudah semakin cerdas dan makin rasional dalam berpolitik. Cara-cara tuntutan seperti itu silakan saja. Tetapi apabila kita hanya berkutat dalam perbedaan agama, saya kira kita bisa saja membuang peluang-peluang untuk membangun Jakarta ke arah yang lebih positif," kata Usman di Hotel Akmani, Jakarta, Selasa, (9/10/2012).

Tuntutan FPI kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI itu terkait jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan jabatan ex officio dalam sejumlah lembaga keislaman. Menurut FPI, Wagub DKI Jakarta terpilih Basuki Tjahaja Purnama tidak tepat menduduki jabatan-jabatan keislaman itu sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya soal jabatan Wakil Gubernur Jakarta.

FPI mendesak pimpinan DPRD DKI Jakarta untuk menunda pelantikan tersebut sebelum ada pencabutan semua peraturan perundangan dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengatur jabatan ex officio Wagub DKI. FPI juga mendesak DPRD DKI membuat peraturan daerah mengenai larangan bagi non muslim untuk memegang jabatan dalam lembaga Islam yang berada di bawah Pemprov DKI.

"Saya kira itu soal administratif saja, Jokowi (gubernur terpilih Joko Widodo, red) bisa ambil alih tugas itu. Yang jadi masalah bukan Ahok-nya, tapi jabatannya. Kewajiban yang ada pada Wagub adalah kewajiban jabatan, bukan kewajiban Ahok bahwa Ahok sebagai orang yang diberi amanah," kata Usman.

Usman berpendapat, FPI harus bisa belajar menghargai perbedaan, terutama di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. "Saya kira itu bisa dibicarakan. Menurut saya, kita harus belajar mulai terbiasa menerima perbedaan," katanya.

Ia juga mengimbau agar warga Jakarta tidak lagi membawa isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) ke muka publik. Cukuplah sudah isu SARA bergulir pada pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Sekretaris Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Endah S Pardjoko, mengatakan apabila tuntutan FPI adalah meminta pencabutan semua peraturan perundangan terkait masalah tersebut, pihaknya tidak bisa menyanggupi. Begitu pula dengan permintaan penundaan pelantikan kepala daerah terpilih hingga ada kepastian perubahan aturan terkait masalah tersebut. Ia menilai hal itu tak mungkin dilakukan mengingat saat ini Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta sebagai Pelaksana Tugas Harian (Plh) Gubernur DKI tak bisa mengeluarkan keputusan strategis.

"Buat kami tuntutan ini normatif. Posisi Pak Ahok sebagai wagub, bisa digantikan dengan Sekda atau langsung oleh Gubernur. Jadi kalau diminta sebelum pelantikan harus ada konsensusnya, Komisi A cuma bisa memberikan rekomendasinya kepada Kesbang Pemprov DKI," kata Endah di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa.

Berita lain terkait pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dapat dibaca pada Liputan Khusus "Jakarta1".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com