Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terancam Digusur, Warga Hangjebat Minta Bantuan Jokowi

Kompas.com - 27/12/2012, 21:44 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Hangjebat dari RT 01, RT 04, RT 05 di wilayah RW 08 Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menolak rencana penggusuran oleh pihak Kementerian Kesehatan.

Poltak Agustinus Sinaga, Kuasa Hukum warga sekaligus ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Jakarta menyampaikan, penggusuran tersebut terkait rencana pembangunan lapangan voli dan sarana olah raga di lokasi tersebut.

"Upaya Kementerian Kesehatan untuk mengambil lahan ini tidak beda dengan mafia tanah. Warga dituduh melakukan penyerobotan tanah. Padahal warga yang tinggal di sini sudah sejak lama, dari tahun 1959," kata Poltak, saat ditemui di Pos Sekretariat RT 05, RW 08, Kelurahan Gunung, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2012) malam.

Sebagian warga yang tinggal di sana, lanjut Poltak, merupakan warga asli yang telah tinggal lama di lokasi tersebut. Menurutnya, sudah tentu warga tidak mau menerima rencana tersebut.

Selain itu, warga hanya diberikan uang kerohiman sebagai pengganti dari rencana penggusuran itu yang menurutnya tidak mampu menggantikan tempat tinggal warga.

Terdapat sekitar 9 Kepala Keluarga (KK) yang ada di sana dengan jumlah jiwa sekitar 40 orang. "Warga sudah sampai berkurang dan kini yang bertahan tinggal 9 KK saja," ujar Poltak.

Berbagai upaya penyelesaian menurutnya sudah diupayakan pihaknya kepada berbagai pihak. Dia mengaku pihaknya sudah betemu dengan Bambang Sulastomo, staf Kementerian Kesehatan, dan juga Neti dari Biro Hukum Kementerian Kesehatan.

"Tapi pembicaraan untuk menyelesaikan kasus ini malah membicarakan uang kerohiman. Dari biro hukum Ibu Neti ngomong kalau Menkes akan berusaha mengambil lahan. Mereka bilang mereka punya sertifikat tanah," ujar Poltak.

Meski begitu, Poltak menyatakan keheranannya terkait sertifikat tersebut. Pihaknya justru mempertanyakan kesahihan sertifikat dari Kementerian Kesehatan yang menyatakan memiliki tanah yang di keluarga tahun 1998. Padahal, sambungnya, warga sudah tinggal di sana sejak tahun 1959.

"Penerbitan sertifikat itu saja warga tidak tahu. Tahu-tahu terbit saja. Yang anehnya di sini kita melihat masa sih sebuah lembaga kelas Kementrian tak bisa menyelesaikan persoalan 9 kepala keluarga, tidak bisa diambil solusi yang terbaik buat warga. Bukannya warga negara punya hak-hak atas tempat tinggal. Kita menyimpulkan negara belum bisa melindungi warganya. Kementrian kan milik negara, harusnya sekelas kementerian punya solusi," cetus Poltak.

Sebelumnya, mereka menyatakan sudah melakukan aksi serupa di Balaikota pada tanggal 29 November 2012 silam dan bertemu dengan Staf Khusus Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Untuk itu, rencananya pihaknya bersama warga dengan total jumlah sekitar 100 orang besok akan kembali mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk kedua kalinya dan meminta bantuan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

"Jokowi pernah bilang membangun Jakarta dari kampung dan di sini kampungnya namanya kan Hangjebat. Kalau digusur Jokowi mau bangunnya dari mana?. Bagaimana pun kenapa kita akan mengadu ke Jokowi karena warga sini merupakan warga asli. Kita menuntut untuk mendapatkan solusi terbaik. Dan meminta upaya nyata tentang kasus ini," tutup Poltak.

Untuk sementara, belum ada keterangan resmi dari pihak Kementerian Kesehatan mengenai rencana penggusuran ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com