Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Perpu untuk Selamatkan Jakarta

Kompas.com - 19/01/2013, 23:29 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -  Penyelamatan Ibu Kota Jakarta, dari bencana banjir yang datang menghantui tiap musim hujan, kerap terlupakan saat musim kemarau tiba. Rutinitas bisnis, kemacetan, dan kesibukan politik, membuat penanganan dan perencanaan antarinstansi dan kementerian untuk menciptakan Jakarta bebas banjir, dinomorduakan.

Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi, Sabtu (19/1/2013) di Jakarta, mengatakan penyelamatan ekologi Jakarta, bisa diutamakan Presiden melalui penerbitan Peraturan Perundang-undangan (Perpu).

Menurut dia, Jakarta sudah dalam kondisi darurat kerusakan ekologi yang mengancam keberlangsungan sebagai ibu kota negara dan pusat bisnis.

"Banjir Jakarta membutuhkan kerjasama dengan Gubernur Jawa Barat dan Banten serta kementerian. Perpu bisa memayungi secara hukum setiap gubernur atau kementerian untuk bekerjasama," ungkapnya.

Ia mengatakan, banjir Jakarta berdampak sangat besar bagi kehidupan warga serta kelangsungan ekonomi dan investasi.

Bencana banjir kali ini, ditaksir Greenomics, membawa kerugian Rp 15 triliun dari sisi ekonomi. Kondisi ini didasarkan masa tanggap darurat Jakarta akibat banjir dalam masa tanggap darurat selama 10 hari (17-27 Januari 2013).

"Lebih dari 70 persen perekonomian Jakarta bertumpu pada sektor tersier yakni sektor perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa. Kalau selama 10 hari ini, Jakarta berada dalam posisi darurat akibat banjir dan sektor tersier tersebut berada pada posisi darurat juga secara riil, maka secara maksimal kerugian akibat banjir Jakarta bisa mencapai Rp 15 triliun", ujarnya.

Karena itu, ia mendorong agar Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan pemerintah pusat memberikan porsi besar penciptaan keseimbangan ekologi kota Jakarta.

Menurut dia, Jokowi juga harus memastikan berjalannya secara konkrit praktik-praktik kerjasama ekologi hulu-hilir dengan Provinsi Jawa Barat dan Banten. "Ini pekerjaan rumah yang sering terbengkalai", ujar Elfian.

Secara terpisah, Arief Yuwono, Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Menteri Lingkungan Hidup, sepakat banjir Jakarta merupakan bencana ekologis.

"Curah hujan kali ini hanya 100 milimeter, tidak sampai 300 milimeter seperti banjir Jakarta 2007. Tetapi sudah memicu kerusakan yang parah," ungkap Arief Yuwono.

Hal ini mengindikasikan kerusakan lingkungan yang terus-menerus terjadi. Diantaranya, kerusakan daerah aliran sungai Ciliwung dari hulu hingga hilir, berkurangnya daerah resapan air, penggunaan sumur artesis, dan kurangnya ruang terbuka hijau.

Ia mengatakan, usai masa tanggap darurat banjir Jakarta, pihaknya akan fokus untuk koordinasi dan kerjasama setiap pihak untuk menyelamatkan lingkungan di Jakarta. Dicontohkan, ketaatan daerah terhadap tata ruang serta penyelamatan Sungai Ciliwung yang menjadi sumber utama air di Jakarta.

"Kami sudah menggarap rancangan Peraturan Presiden tentang Ciliwung yang bisa dipakai sebagai koordinasi antarpihak sejak tahun 2010. Sekarang masih dibahas lintas kementerian," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com