Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permukiman di Waduk Pluit akibat Minimnya Kontrol Pemerintah

Kompas.com - 15/02/2013, 23:46 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kehadiran permukiman di lahan Waduk Pluit sudah berlangsung lebih dari dua dasawarsa. Hingga kini rumah-rumah baru terus bermunculan akibat minimnya kontrol pemerintah.

Muntarab, perwakilan Ketua RT 16 Blok D RW 17 Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, kepada Kompas.com, Jumat (15/2/2013), menuturkan, sejak warga-warga pertama mulai mengokupasi lahan pemerintah pada akhir 1980-an, pemerintah setempat tak menunjukkan reaksi untuk melarang. "Apalagi sekarang setelah ada ribuan rumah di sini, enggak pernah camat dan wali kota masuk tempat kumuh dan lorong-lorong kotor seperti di sini," ujar Muntarab.

Ia menjelaskan, pendudukan lahan waduk berawal dari pengembangan rumah warga yang berada di sekitar Jalan Muara Baru. Selanjutnya, warga-warga lain yang bekerja di kawasan tersebut, dari pabrik pengalengan, tempat pelelangan ikan, nelayan, dan buruh pelabuhan mulai ikut masuk ke kawasan waduk.

Muntarab adalah salah seorang warga yang mulai berdiam di lokasi tersebut pada awal 1990-an. Sejak itu, lahan yang tidak diawasi lurah hingga ke Wali Kota Jakarta Utara itu berangsur-angsur dipenuhi warga. "Warga pulang kampung bawa keluarganya bisa sampai enam-tujuh orang. Terus, mereka mulai lebarin atau panjangin rumahnya, begitu seterusnya sampai sekarang," kata Muntarab.

Aliyudin, perwakilan Ketua RT 16 Blok C RW 17 Penjaringan, menambahkan, semua warga menyadari bahwa lahan yang ditempati adalah lahan milik pemerintah. Karena itu, tanpa pengawasan dari otoritas resmi, warga terus membangun rumah baru. "Paling izinnya sama yang sudah tinggal lebih awal. Ini kan tanah pemerintah, jadi kami sebagai ketua RT tidak bisa melarang," kata Aliyudin.

Rumah-rumah baru, menurut Aliyudin, juga muncul dari mereka yang awalnya mengontrak di lahan waduk. Setelah cukup lama menyatu dengan warga di situ, mereka pun dengan mudah meminta izin ke warga lain untuk menambahkan bangunan di lahan rawa yang ada. Alhasil, waduk yang diresmikan pada tahun 1977 dengan luas asli 80 hektar itu sekarang telah berkurang 20 hektar ditutupi rumah penduduk. Lahan yang benar-benar menunjukkan keberadaan waduk pun tersisa sedikit di bagian utara yang berdekatan dengan Pantai Mutiara.

Pada bagian lain, waduk yang dibangun pada periode pemerintahan Ali Sadikin ini telah tertutup eceng gondok dan endapan lumpur. Minimnya kontrol pemerintah, menurut Aliyudin, membuat hunian-hunian baru akan terus bermunculan, meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mengupayakan normalisasi fungsi waduk dengan melakukan program relokasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com