Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kenapa MRT Belum Juga Bisa Diputuskan

Kompas.com - 21/02/2013, 06:33 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengaku belum bisa memutuskan nasib MRT. Dengar pendapat (public hearing), Rabu (20/2/2013), yang diharapkan bisa menjadi dasar pengambilan keputusan soal MRT, ternyata masih tak fokus. Beberapa persoalan juga belum mendapatkan solusi terbaik.

"Sebenarnya ingin bicara tarif, tapi meluas lagi, buyar lagi. Memang dalam tim kajian itu untuk lebih fokus, kalau begini terus, nanti meluas terus, saya tambah pusing," kata Jokowi, Rabu (20/2/2013). Sementara sinyal positif dari jokowi untuk segera dibangunnya MRT sudah berulang kali menyala.

Pada 5 Februari 2013, misalnya, Jokowi mengatakan akan segera membuat keputusan soal MRT dan monorel dalam bulan ini. Dia pun merasa cukup satu kali public hearing melibatkan PT MRT Jakarta dan perwakilan masyarakat untuk mendapatkan masukan soal realisasi pembangunan MRT.

Namun, harapan tak selalu berbuah sesuai rencana. Sesaat sebelum menutup public hearing di Balaikota Jakarta, Jokowi menilai agenda diskusi tak fokus dan keluar dari topik yang dijadwalkan. Ia membayangkan, diskusi bersama semua pemangku kepentingan kali ini belum fokus membahas pembiayaan dan tarif MRT. Dalam bayangan Jokowi, public hearing akan mendapatkan nominal biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dan berapa yang akan dibebankan kepada masyarakat.

Catatan dari dengar pendapat

Meski dengar pendapat tak menuai hasil seperti harapan awal, beberapa catatan membangun didapat dari kegiatan itu. Setidaknya, apa saja persoalan yang menjadi tantangan dalam mewujudkan MRT banyak terungkap di sana.

Public hearing tersebut dihadiri Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Manggas Rudy Siahaan, dan sejumlah aktivis serta perwakilan masyarakat. 

Dalam pertemuan kembali dipaparkan bahwa MRT akan memiliki jalur yang menghubungkan Lebak Bulus sampai kawasan kota. Direktur Utama PT MRT mengatakan, pembangunan akan dilakukan bertahap, dimulai dari ruas Lebak Bulus menuju Bundaran Hotel Indonesia. Rute ini terbagi dalam dua bagian, jalur dari Depot sampai Sisingamangaraja dan jalur dari Senayan sampai Bundaran Hotel Indonesia.

Ruas dari Depot hingga Jalan Sisingamangaraja akan menerapkan konsep jalan layang sepanjang 9,8 kilometer, melintasi Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, dan Blok M. 

Dari kawasan Senayan sampai Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 5,9 kilometer akan dibangun jalur MRT yang berada di bawah tanah. Ruas ini akan melintasi Gelora Bung Karno, Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas.

Pertemuan kemarin memperkirakan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel Indonesia  mencapai Rp 15 ribu per orang. Asumsi jumlah penumpang rute tersebut adalah 174 ribu sampai 261.800 orang per hari.

Rute ini diperkirakan akan memakan subsidi sebagai komponen tarif senilai Rp 3,1 triliun dalam jangka waktu 11 tahun, atau Rp 2,2 triliun dalam 22 tahun. Bila tak ada komponen subsidi, tarif MRT ruas Lebak Bulus sampai Bundaran Hotel Indonesia akan mencapai Rp 35 ribu per orang.

Atas paparan PT MRT Jakarta itu, Jokowi mengajukan dua pertanyaan. Konsep jalur terbaik untuk MRT merupakan pertanyaan pertamanya dan yang kedua adalah bagaimana menekan tarif agar ongkos menumpang MRT bisa semurah mungkin.

Tarif murah, kata Jokowi, adalah pemikat bagi warga Jakarta untuk mau meninggalkan mobil pribadinya di rumah dan memanfaatkan angkutan massal. Dalam bayangan Jokowi, tarif MRT di Jakarta harus setara dengan tarif angkutan yang sama di Singapura. Saat ini, tarif MRT Singapura adalah satu dollar Singapura, setara Rp 8.000, sekali jalan.

Karena dengar pendapat tak menemukan solusi, Jokowi membentuk tim yang bertugas merumuskan segala detail konsep untuk mewujudkan MRT dengan kepastian pelibatan masyarakat di dalam perumusannya. Tim tersebut diminta segera bekerja dalam hari-hari ini.

Bila Jokowi melihat aspek pelibatan masyarakat dan pemikat agar pengguna mobil pribadi beralih ke angkutan massal, PT MRT Jakarta dalam kajiannya masih mengedepankan efisiensi biaya pembangunan. Untuk pembangunan jalur MRT rute Lebak Bulus-Sisingamaraja, misalnya, PT MRT Jakarta menyatakan biayanya lebih murah bila dibangun dengan konsep jalan layang dibandingkan subway atau bawah tanah. Butuh biaya tiga kali lipat bila jalur MRT rute itu dibangun di bawah tanah.

Namun, pandangan PT MRT Jakarta tersebut langsung mendapat penolakan dari peserta public hearing. Jalur layang dinilai akan mengganggu lingkungan dan tata kota serta memberikan dampak sosial lebih banyak. Perwakilan masyarakat yang hadir berpendapat MRT boleh diwujudkan bila seluruh jalurnya dibangun di bawah tanah.

Semua catatan inilah yang membuat nasib MRT tak juga bisa langsung diputuskan seusai dengar pendapat. Namun, Jokowi bertekad semua catatan dan pertanyaan yang butuh jawaban segera bisa dicari solusi terbaik dalam waktu secepat mungkin. Bila bisa segera diputuskan konsep terbaik MRT untuk Jakarta, pembangunannya akan menggunakan proporsi 51 persen berbanding 49 persen, antara alokasi APBD DKI Jakarta dan APBN.

"Kemarin targetnya akhir bulan ini (sudah ada kepastian nasib MRT). Kalau melihat seperti ini lagi, ya inginnya saya enggak mundur-mundur. Secepatnyalah, jangan sampai Mei, wong sudah mundur 24 tahun," ujar Jokowi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com