Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dishub DKI Tidak Serius Menata Bajaj

Kompas.com - 21/02/2013, 09:42 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dinas Perhubungan DKI Jakarta dinilai tidak serius menata moda transportasi bajaj di Ibu Kota. Sebab, harga bajaj dianggap mahal dan termasuk barang mewah sehingga terkena pajak tinggi.

"Sungguh keterlaluan Dishub DKI Jakarta, masa menetapkan harga bajaj Rp 59,4 juta per unit. Lebih konyol lagi bajaj masuk kategori barang mewah sehingga kena pajak impor 25 persen," kata pengamat transportasi Djoko Setijowarno kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (21/2/2013).

Menurut Djoko, tahun 2004 harga bajaj di Semarang masih Rp 17 juta. Hanya dalam waktu tujuh tahun, harga bajaj tersebut sudah melonjak tajam. Pada akhir 2011 lalu, memang harga bajaj sudah meroket hingga Rp 55 juta per unit.

"Jika pemerintah serius menata angkutan umum, mestinya bajaj bebas pajak impor. Jika harga bajaj murah, bisa menggantikan bajaj butut di Jakarta," ujarnya.

Jika di daerah, bajaj juga bisa digunakan untuk menggantikan keberadaan ojek dan becak bermotor yang jelas-jelas ilegal. Bajaj khususnya berbahan gas juga cocok digunakan di daerah pegunungan dan tentu saja moda transportasi ini lebih ramah lingkungan.

Sekadar catatan, pada era Orde Baru, cucu mantan Presiden Soeharto, Ari Sigit, memiliki perusahaan importir tunggal pemegang merek bajaj dari India. Namun, setelah 15 tahun berjalan dan terbit Undang-Undang Monopoli maka bisnis tersebut dilepas. Kini dengan kemampuan anak bangsa yang sudah bisa membuat mobil sendiri, kendaraan bajaj tidak seharusnya diimpor complete knock down (CKD), tetapi mengimpor komponennya saja.

"Sementara chasis, rangka, dan komponen tambahan hingga perakitan bisa diproduksi sendiri oleh anak negeri. Jadi pajaknya cuma ada di bahan baku, jasa pabriksi, dan perakitan saja sehingga pajak impor komponen utama menjadi kecil," kata Djoko.

Masalahnya, proses seperti ini memang agak sedikit rumit dan memerlukan waktu lama. "Pemerintah mungkin ogah mengurus proses ini karena ribet dan duitnya kecil. Kalau sudah seperti ini, bagaimana Indonesia mau maju," ujarnya.

Seperti diberitakan, sekitar separuh bajaj yang beroperasi di DKI tidak laik jalan dan tidak dilengkapi surat-surat resmi. Pemerintah Provinsi DKI berencana meremajakan bajaj-bajaj itu dan menggantinya dengan bajaj berbahan bakar gas. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menjelaskan, saat ini ada 14.424 bajaj yang beroperasi di Jakarta.

"Lebih kurang separuhnya bodong (tidak memiliki surat-surat) dan tidak laik jalan," ujarnya.

Jumlah bajaj tersebut, menurut dia, tidak boleh bertambah, hanya boleh diremajakan. Satu bajaj baru, satu bajaj hilang. Nantinya, semua bajaj di Jakarta pun berbahan bakar gas.

Berita terkait, baca:

GEBRAKAN JOKOWI-BASUKI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com