Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pak Jokowi, Ini Saran Penataan Ruang Publik

Kompas.com - 28/02/2013, 01:02 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Penataan ruang publik dan permukiman semakin diseriusi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sejumlah program telah dirancang pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama untuk memanusiawikan permukiman di Ibu Kota. Hal ini di antaranya dengan relokasi warga bantaran sungai ke rumah susun, program kampung deret, dan kampung tematik.

Langkah awal telah dimulai dengan relokasi warga yang mendiami lahan publik atau tanah milik pemerintah. Warga sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, telah mulai dipindahkan ke Rusun Marunda, Cilincing. Sementara itu, permukiman liar di bantaran Kali Pakin, Penjaringan, juga telah ditertibkan guna menormalisasi fungsi daerah aliran sungai (DAS) sekaligus menyediakan akses jalan yang lebih layak bagi warga.

"Program ini kami setujui. Ini menunjukkan pemimpin baru Jakarta memiliki visi yang bagus," kata Jamaludin, Ketua RT 01 RW 07 Penjaringan, wilayah pinggiran Kali Pakin yang ditertibkan, saat ditemui Kompas.com, Rabu (27/2/2013).

Jamal menyaksikan warga yang tinggal di lahan ilegal resah dan sedih. Namun, ia beranggapan langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Pasalnya, warga telah menduduki lahan yang seharusnya difungsikan untuk mengamankan aliran kali. Apalagi, kian hari kian banyak bangunan yang berdiri di lahan yang seakan-akan tanpa pemilik itu.

Meskipun begitu, masih ada ganjalan yang tersisa di benak Jamal. Ganjalan tersebut terutama berkaitan pelaksanaan program di lapangan. Menurutnya, penertiban bangunan liar pasti menyisakan kesedihan bagi para pemukim. Karena itu, rencana penataan sebaiknya tidak menimbulkan situasi yang menyulitkan warga. Salah satu caranya adalah melalui komunikasi dua arah, antara pemerintah dan warga.

"Walaupun mereka melakukan pelanggaran dan layak ditertibkan, sebagai pemimpin, seharusnya lebih mendahulukan komunikasi. Kemungkinan besar warga akan menolak, tapi warga tetap harus dengar sendiri program atau rencana tentang masyarakat," kata Jamal.

Menurut Jamal, sebagai perwakilan warga, ia merasa trenyuh dengan penertiban bantaran Kali Pakin. Penataan bisa jadi menjadi program Jokowi-Basuki dan para pejabat DKI di level atas. Namun, cara yang ditempuh sepenuhnya menjadi tanggung jawab operator lapangan. Teknis pelaksanaan inilah yang dikritisi Jamal.

"Janganlah pakai ormas sebagai operator. Kalau penertiban resmi dari pemerintah, ya perwakilan pemerintah harus turun bertemu warga!"

"Ada beberapa warga sini juga anggota ormas. Kalau pakai cara seperti itu, sama saja pancing bentrokan terbuka antar-ormas," tandas Jamal.

Ia dapat memahami jika pilihan tersebut sengaja diambil pihak yang diserahi kewenangan untuk melakukan penertiban. Sudah bisa diperkirakan bahwa akan terjadi penolakan bila pemerintah datang secara halus. Akan tetapi, penggunaan ormas yang tidak memiliki otoritas untuk melakukan penertiban dipandang Jamal bisa menciptakan benturan horizontal.

"Setahu saya tidak ada orang pemerintah. Yang datang mendata keluarga saya, yang ngecat tanda silang di rumah saya, dan yang bagi uang kerohiman Rp 1 juta, itu dari ormas," ungkap Budiman, warga RT 01 RW 07 Penjaringan.

Jamal yakin, penataan dan penertiban permukiman masih akan berlangsung dalam jangka panjang mengingat banyaknya lokasi yang perlu ditata. Karena itu, ia berharap cara-cara sebagaimana terjadi di Kali Pakin tidak perlu diulangi. Ia yakin bukan cara tersebut yang dikehendaki Jokowi-Basuki dan para staf di level atas.

Karena itu, ia berharap perhatian pada pelaksanaan program di tingkat lapangan perlu menjadi perhatian pula. "Setidaknya, pakailah saluran yang tepat sesuai prosedur untuk melakukan penertiban. Jangan lagi pakai ormas," pungkas Jamal memberikan saran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com