”Ada sedikitnya 150 sopir di Koridor IX, X, dan sebagian Koridor XII yang gajinya belum dibayar,” kata Ketua Serikat Pramudi Transportasi Busway Lasdi, Kamis.
Kamis pagi kemarin, menurut Lasdi, sopir sempat mogok kerja, tetapi pukul 06.30 kembali bekerja. ”Ada janji dari pihak operator, yaitu BMP (PT Bianglala Metropolitan), segera membayar gaji sebesar Rp 1,6 juta per orang dan uang harian Rp 42.500 kali 6 hari kerja. Ya, sudah, kami pun kembali bekerja,” ujarnya.
Sopir di Koridor I di bawah perusahaan operator PT Jakarta Express Trans (JET) juga sempat tak mau bekerja karena kasus yang sama, Kamis kemarin. Namun, aksi mogok kerja sopir di Koridor I ini tak terlalu memengaruhi layanan terhadap penumpang sebab di jalur yang sama ada armada bus gandeng baru di bawah operator Damri.
Direktur Operasional PT JET Payaman Manik membenarkan adanya aksi mogok karyawan mereka, Kamis pagi. Aksi mogok kerja dan beroperasinya bus yang berlangsung tidak sampai sejam itu karena karyawan menuntut pembayaran gaji mereka sesuai upah minimum kota atau kabupaten/upah minimum provinsi (UMK/UMP).
Kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi sejak 2012. Menurut Lasdi, selain gaji yang sering tertunda dibagikan dan ada yang belum sesuai UMP, sopir bus transjakarta kini juga tengah menuntut agar ada penyesuaian gaji setara dengan sopir di koridor baru, yaitu Koridor XI, dan XII, atau seperti sopir bus gandeng dari operator Damri di Koridor I. ”Gaji mereka 3,5 kali upah minimum provinsi. Adapun kami masih sesuai UMP, dengan tuntutan kerja sama,” katanya.
Kondisi keuangan sulit
Manik menambahkan, pihaknya telah memberikan penjelasan kepada karyawan mengenai kondisi perusahaan yang tidak sanggup membayar gaji sesuai UMP karena subsidi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum berubah sejak 2008. Padahal, setiap tahun UMK/UMP terus bertambah dan biaya operasional meningkat.
”Hingga saat ini, gugatan kami kepada pihak pengelola bus transjakarta yang tak memberikan penyesuaian tarif per kilometer belum ada keputusan dari pengadilan perdata,” ujarnya.
Belum adanya keputusan ini membuat Unit Pengelola Transjakarta hanya membayar sesuai dengan kontrak kerja sama dengan Pemprov DKI. Dalam kontrak kerja sama pada 2007 disebutkan, penyesuaian tarif yang diterima konsorsium sebesar