Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruang Terbuka Hijau, Jualan Pengembang

Kompas.com - 21/03/2013, 03:52 WIB

Ketika hendak membangun Central Park di Jalan S Parman, Jakarta, sejumlah wartawan bertanya kepada CEO Agung Podomoro Group Trihatma Kusuma Haliman, ”Anda tidak keliru? Di kiri kanan Anda terdapat mal yang sangat sukses. Ada Mal Ciputra dan Mal Taman Anggrek yang sangat ramai. Apakah Anda tak khawatir proyek Anda tak mendapat pasar yang ramai?

Trihatma menyatakan, pemikiran Central Park akan terjepit dua mal besar adalah benar. Namun, ia sangat yakin dengan konsep baru akan merebut hati publik Jakarta dan memperoleh pasar yang ramai.

Publik menanti seperti apa proyek yang dibangun Trihatma di lahan seluas hampir 11 hektar itu. Ternyata, ia mendirikan apartemen, hotel, sekolah, dan mal. Lalu di jantung sentra hunian, bisnis, dan belanja itu dibangun taman-taman dan kolam ikan seluas hampir 3 hektar. Ketika sudah mewujud taman besar yang elok, publik Jakarta tumpah di situ. Ada yang bekerja dengan komputernya, belajar, bercengkerama dengan keluarga, atau sekadar menyeruput teh panas. Pusat belanja Central Park juga mendapat pasar yang sangat ramai.

Namun, apakah Mal Taman Anggrek dan Mal Ciputra menjadi senyap? Tidak juga. Dua mal yang lebih dulu ada itu tetap ramai karena sudah punya pasar sendiri. Keduanya juga memiliki kekhasan yang patut diapresiasi.

Inilah salah satu letak indahnya persaingan bisnis sehat yang membentuk keunikan, kekhasan, dan diversifikasi masing-masing. Central Park yang tahu pasar Mal Taman Anggrek dan Mal Ciputra lebih dulu membangun hotel dan apartemen. Dari sini mereka mengkreasikan pasar untuk diri sendiri dan pelbagai lembaga bisnis di situ. Ini masih ditambah dengan sejumlah ciri khas yang membuat Central Park dengan cepat meraih kinerja cemerlang. Kini, jumlah pengunjung Central Park bahkan lebih besar dibanding beberapa mal besar di DKI Jakarta.

Diferensiasi memang menjadi salah satu kunci. Tanpa diferensiasi bisnis tidak akan meraih kinerja cemerlang. Tidak akan menjadi fenomena atau patron baru.

CEO Kota Baru Parahyangan Sanusi Tanawi juga dikenal pandai menciptakan diferensiasi. Ketika menangani sebuah proyek ”sepi” di Jakarta Barat, ia membangun taman luas di sebuah lokasi sentral di perumahan itu. Ia menamainya Botanical Garden. Dengan cepat kawasan ini berkembang menjadi perumahan yang sangat baik dan disambut hangat pembeli.

Ketika menangani Kota Baru Parahyangan, Sanusi melakukan hal yang sama. Ia terus menumbuhkan ciri khas dari proyek yang dia bangun. Karena itu, perumahan yang dia tangani mendapat sambutan publik.

Jika direnungkan, ia hanya melakukan beberapa sentuhan. Namun, karena yang disentuh adalah taman, hutan, kebun, sawah, air bersih, dan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup, pasar suka dan memberi apresiasi.

Lingkungan hidup, kata Sanusi, pekan lalu, selalu disukai publik. Karena itu, jangan coba-coba merusak lingkungan. Anda akan dimusuhi siapa pun yang mencintai lingkungan. Proyek Anda akan gagal jika tidak menghargai lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com