Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Jangan Ragu Subsidi KRL Ber-AC

Kompas.com - 01/04/2013, 02:57 WIB

Roda KRL ekonomi akan terus bergulir setidaknya hingga pertengahan tahun ini. Rencana penarikan dua rangkaian KRL ekonomi di Bekasi dan Serpong ditangguhkan empat bulan lagi.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang menggagas penarikan kereta ekonomi ini sudah menarik satu rangkaian kereta ekonomi lintas Tangerang, pertengahan tahun lalu. Alasannya, kereta ekonomi itu kerap mogok. Bila sesuai rencana, bulan September, tidak ada lagi KRL tanpa pendingin ruangan (AC) di Jabodetabek.

Tidak hanya itu. Sebagai operator, PT KAI mengaku kerap mendapatkan catatan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian karena pelayanan KRL ekonomi yang tidak sesuai standar pelayanan minimal. Catatan yang diberikan terutama pintu kereta yang tidak tertutup saat kereta melaju. Pada standar pelayanan minimal, pintu kereta harus tertutup saat melaju. Belum lagi persoalan penumpang yang meluber ke atap sehingga mengancam keselamatan penumpang dan perjalanan kereta.

Sebegitu parahnyakah KRL ekonomi yang melayani 46 juta penumpang di tahun 2012 itu?

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan menjamin kapasitas angkut KRL tak akan berkurang dengan penarikan kereta ekonomi. Operator sudah menyiapkan rangkaian pengganti. ”Kini sudah tak ada lagi yang jual kereta tanpa AC (pendingin ruangan). Jadi, kami jalankan rangkaian kereta AC untuk menggantikan KRL ekonomi,” ujarnya.

Pasca-penarikan KRL ekonomi, dipastikan tinggal satu kelas pelayanan KRL, yakni KRL berpendingin ruangan. Lantas, hilangkah tarif KRL ekonomi bersubsidi yang tarifnya terpaut Rp 7.000 dengan KRL nonsubsidi?

Sayangnya, definisi KRL kelas ekonomi sangat kabur. Selama ini KRL ekonomi identik dengan kereta yang dibeli pemerintah dan tanpa pendingin ruangan. Penumpang KRL ekonomi mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga tarifnya bisa berkisar Rp 1.000-Rp 2.000.

Berdasarkan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab membayarkan selisih antara tarif kereta ekonomi yang ditetapkan pemerintah dan tarif yang dihitung operator.

Menilik Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 8/ 2001, disebutkan bahwa salah satu fasilitas kereta perkotaan kelas ekonomi sekurang-kurangnya kipas angin. Kata ”sekurang-kurangnya” memberikan peluang peningkatan fasilitas bahkan sampai pemberlakuan pendingin ruangan. Karena itu, pemerintah seharusnya tak ragu memberi subsidi penumpang KRL berpendingin ruangan. Apalagi, bila kita sepakat bahwa KRL merupakan moda transportasi yang bisa memecahkan kemacetan di Jabodetabek.

Bila pemerintah sepakat memberi subsidi seluruh penumpang KRL, tarif kereta perkotaan ini bisa ditekan sehingga lebih banyak orang bisa menjangkaunya. Namun, pemerintah juga perlu mengecek, apakah tarif KRL ekonomi yang berlaku saat ini masih sesuai dengan daya beli masyarakat. Apalagi, sudah lewat 10 tahun tarif KRL ekonomi tidak pernah naik. Jangan-jangan, daya beli masyarakat sudah jauh tumbuh sehingga daya belinya kini berada di antara tarif kereta ekonomi dan nonsubsidi.

Selain subsidi ke penumpang, pemerintah bisa bergegas memberikan biaya perawatan dan pengoperasian prasarana (infrastructure maintenance and operation/IMO). IMO yang besarnya Rp 1,5 triliun tahun lalu merupakan komponen besar penyedot 25 persen pendapatan PT KAI selaku BUMN. Tahun ini, PT KAI menagihkan IMO Rp 1,7 triliun. PT KAI bersedia menurunkan tiket 20 persen kalau IMO yang diberikan pemerintah lebih banyak Rp 500 miliar dibandingkan biaya penggunaan rel (track access charge/ TAC). Hingga tulisan ini diturunkan, besaran IMO masih diperjuangkan untuk bisa masuk dalam APBN-Perubahan 2013. Adapun perhitungan TAC masih menunggu perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 yang mengatur penerimaan negara bukan pajak pada Kementerian Perhubungan.

Hal lain yang bisa dikerjakan pemerintah adalah menjaring peran swasta, seperti perusahaan, untuk memberikan subsidi bagi karyawan mereka yang menggunakan transportasi publik. Langkah seperti ini pernah juga dilakukan di beberapa negara, seperti di Jepang.

Terlepas dari seluruh persoalan yang mendera perkeretaapian Indonesia, masyarakat menantikan langkah taktis pemerintah untuk menyediakan KRL yang nyaman, aman, dan bertarif murah. Bila penyediaan KRL Jabodetabek ini bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan tidak mungkin kereta perkotaan serupa di daerah lain juga lebih mudah disediakan.(Agnes Rita Sulistyawaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com