Pengamat perkeretaapian Djoko Setijowarno, Rabu (3/4), mengatakan, rencana pemberlakuan tarif baru KRL perlu dikaji lebih teliti. Jangan sampai tarif baru itu lebih mahal daripada yang berlaku saat ini, Rp 9.000.
Simulasi tarif yang dilakukan PT Kereta Api Indonesia (KAI) adalah untuk maksimal lima stasiun pertama Rp 3.000 dan per tiga stasiun berikutnya Rp 1.000.
Dengan demikian untuk perjalanan Bogor-Jakarta Kota yang melewati 24 stasiun, tarifnya menjadi Rp 10.000, lebih mahal Rp 1.000 daripada tarif lama. Sebaliknya, penumpang dengan jarak pendek, seperti Bogor-Depok, tarifnya turun menjadi
Menurut Djoko, sebaiknya penghitungan dipatok dari tarif tertinggi saat ini, yakni Rp 9.000. Dari sana, barulah dihitung tarif per stasiun. ”Hasil penghitungan jangan sampai melebihi tarif maksimal saat ini,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penumpang Kereta Api (Aspeka) Anthony Ladjar senada dengan pendapat Djoko. Menurut Anthony, penumpang dari Stasiun Duri ke Stasiun Juanda (7 stasiun), tarifnya Rp 4.000, lebih mahal dibandingkan angkutan jalan raya. Pada kasus ini mungkin diberlakukan tarif termurah meskipun perjalanan memutar lewat banyak stasiun.
Menanggapi masukan itu, Direktur Komersial PT KAI Sulistyo Wimbo Hardjito mengatakan, pihaknya masih mengusahakan agar tarif terjauh sama dengan tarif yang berlaku saat ini. ”Kami tidak ingin ada kenaikan harga tiket dengan diberlakukannya perhitungan berdasarkan jarak tempuh. Karena itu, sekarang sedang dihitung besaran tarif dengan sistem tersebut,” katanya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo mengatakan, tarif baru seharusnya diumumkan setelah matang dan mendapatkan persetujuan pemerintah.
”PT KAI seharusnya belajar dari masa lalu, ketika tarif baru sudah diumumkan dan belum mendapatkan persetujuan pemerintah. Akhirnya, tarif yang berlaku sehari dibatalkan,” kata Sudaryatmo.