JAKARTA, KOMPAS -
Langkah konkretnya, Bambang meminta agar dilakukan pembersihan terhadap penegak hukum, baik polisi, hakim, maupun jaksa. ”Langkah lain adalah perlu memperluas lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menyetarakan hasil pembangunan,” ujar Bambang saat ditanya tentang pemberantasan premanisme di DKI Jakarta.
Bambang menambahkan, pemberantasan premanisme dengan pendekatan kekerasan tidak akan mengakhiri kejahatan. ”Justru menunjukkan negara tidak berpihak pada rasa kemanusiaan,” kata Bambang.
AS (34), seorang debt collector, mengatakan, bentrokan yang terjadi antara kelompok preman atau kelompok preman dengan aparat keamanan sebagian besar dipicu tuntutan ekonomi.
”Banyak pengusaha yang tidak mau membayar utangnya karena mereka di-back up aparat atau kelompok preman lain,” kata AS.
Sementara itu, Zakarias Sabon (68), tokoh masyarakat asal Nusa Tenggara Timur, mengakui, banyak kelompok pemuda saat ini tidak lagi menjaga hubungan harmonis dengan kelompok yang lain dan dengan masyarakat. Kelompok itu cenderung dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak baik. ”Mereka disuruh menjaga tanah kosong dan siap bertindak sesuai instruksi tanpa mengetahui apa yang sebenarnya,” kata Zakarias.
William Yani, anggota DPRD DKI, mengungkapkan, fenomena premanisme di Jakarta disebabkan tidak ada pemerataan pembangunan di Indonesia timur.
Sementara itu, Aloysius Hieng selaku Ketua Umum ormas Pemuda Teguh Indonesia Raya menegaskan, tidak semua kelompok pemuda asal Indonesia timur berlaku anarkisme.