Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: "Petrus" Versus Preman Melanggar HAM

Kompas.com - 02/05/2013, 15:09 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Munculnya aksi premanisme, khususnya di kota-kota besar, disinyalir merupakan dampak dari kesenjangan pembangunan ekonomi di Indonesia. Memberantas premanisme dengan mengerahkan penembak khusus dianggap tidak menyelesaikan akar permasalahan.

Demikian disampaikan pengamat sosial, Romo Benny Susetyo, dalam acara dialog nasional bertema "Pemberantasan Premanisme di Indonesia, Tanggung Jawab Siapa?" di Jakarta, Kamis (2/4/2013). Acara bertema pemberantasan premanisme ini diadakan oleh Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI) di kampus Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Benny mengatakan, ketidakmerataan pembangunan ekonomi, terutama antara wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat, memicu munculnya preman-preman dari wilayah yang selama ini tidak berkembang dengan baik dalam hal pembangunan ekonomi.

"Pulau Kei (Maluku) itu pulau yang tidak berkembang, pembangunan ekonomi hanya di Jawa. Itulah yang menyebabkan banyak preman datang dari timur. Mereka datang ke Jakarta dengan kekuatan otot karena itu bagian dari bargaining mereka," kata Benny.

Ia menilai bahwa permintaan sebagian masyarakat untuk menghidupkan kembali penembak misterius atau petrus untuk mengatasi premanisme tidak akan efektif dan hanya bisa bertahan sesaat. Cara yang paling tepat dalam mengatasi premanisme, menurut Benny, adalah dengan mengubah arah orientasi pembangunan ekonomi dengan lebih merata.

"Premanisme tidak bisa diselesaikan dengan petrus karena itu pelanggaran hak asasi manusia. Tapi, yang lebih baik adalah bagaimana mengubah orientasi pembangunan ekonomi agar preman tidak muncul," jelasnya.

Upaya memerangi premanisme kembali mencuat setelah kasus penyerangan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Penyerangan itu dilakukan oleh oknum pasukan Komando Pasukan Khusus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro. Pendapat pro dan kontra muncul setelah penyerangan itu, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia oleh oknum aparat negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com