SA adalah ibu empat orang anak. Suami, anak kedua, dan anak ketiga sudah meninggal. Sehari-hari, SA tinggal bersama S, sementara anak sulung, B (54) tinggal di Semarang bersama keluarganya.
"B pindah ke Semarang karena sudah berkeluarga. Dia kerja di kapal pesiar. Jadi, di rumah itu cuma ibunya dan si S," ujar Yusbianto, saat ditemui di Mapolsek Tanah Abang, Minggu (14/7/2013).
Setelah B pindah ke Semarang, S sempat bekerja sebagai sales di salah satu perusahaan asuransi terkemuka, di Jakarta pada akhir 1990an hingga awal 2000an. Setelahnya, B tidak bekerja dan sering terlihat berdiam diri di rumah.
"Sepertinya sejak saat itu lah dia mulai aneh. Gelagatnya, seperti stres itu. Tapi kalau ditanya ibunya, bilangnya baik-baik saja, bilangnya S kerja, ya kita tetap hormati lah," ujar Yusbianto.
"Makin kelihatan di tahun 2006an. Kalau ditanya penyebab, saya sebagai tetangga melihat seperti misalnya orang mau jadi direktur tapi enggak tercapai, seperti itulah kurang lebih," lanjutnya.
Yusbianto melanjutkan, tetangga sempat menyarankan SA memeriksakan kejiwaan S, tetapi SA selalu menolak. Menurut SA, si bungsu sehat lahir-batin. Apalagi, sehari-hari, S dan SA memang akrab.
"Istilahnya si ibunya itu tempat curhatnya si S Curhat soal kerja atau apalah. S itu sayang ibunya, kalau ada apa-apa dipeluk. Ibunya juga, kalau S nggak pulang dicariin," lanjut Yusbianto.
Atas latar belakang itulah, Yusbianto tak percaya S membunuh ibunya dengan cara mutilasi. Keyakinan Yusbianto ini didukung keterangan polisi sejauh ini, yaitu bahwa SA dimutilasi S setelah meninggal dunia. S memutilasi ibunya karena tak tahu harus berbuat apa.
Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan mengatakan, sebelum memutilasi SA, S sempat merawat jenazah SA dengan sangat baik. Ia memeluk dan menjaga jasad sang ibu untuk melindunginya.
Lama-lama, jenazah membusuk. Hal inilah yang diduga membuat S memutuskan memutilasi ibunya.
S kini tengah menjalani pemeriksaan kejiwaaan di Rumah Sakit Polri Sukanto, Kramat Jati, Jakarta Timur. Hasilnya diperkirakan akan diketahui dalam satu pekan. Sementara itu, potongan tubuh jenazah yang diduga SA tengah diperiksa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Polisi belum menetapkan tersangka, menunggu hasil tes kejiwaan S dan pemeriksaan terhadap potongan tubuh SA.
Terungkapnya kasus mutilasi itu bermula ketika B datang ke rumah SA pada Sabtu (13/7/2013). Karena lebih dulu bertemu S, B bertanya kepada S mengenai keberadaan ibu mereka. S menjawab bahwa SA sudah meninggal, tetapi diam ketika B bertanya di mana makamnya.
"Di rumah, B ketemu adiknya, S. Ditanya, ibu ke mana, dijawab S, meninggal. Ditanya lagi, di mana kuburnya, S lalu tidak menjawab," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto.
B lantas pergi ke rumah Yusbianto dan sejumlah warga untuk mendapatkan keterangan soal keadaan ibunya. Yusbianto dan warga mengatakan bahwa sejauh mereka tahu, SA masih hidup.
Bersama Yusbianto dan warga, B kemudian memeriksa rumah SA. Di salah satu kamar, mereka mendapati tengkorak, tulang belulang, dan daging manusia.
B melaporkan hal itu ke Polsek Tanah Abang pada Minggu (14/7/2013). Tak lama kemudian, polisi datang. Polisi mengirimkan hasil temuan itu ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, serta membawa B dan S untuk dimintai keterangan.
Menurut keterangan Kepala SPK Sentra Pelayanan Kepolisian Mapolsektro Tanah Abang Ipda Suwarno, S dibawa ke psikiater di RS Polri Kramat Jati pada Minggu (14/7/2013) pukul 06.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.