Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Malu "Nebeng", Banyak Untungnya...

Kompas.com - 06/08/2013, 13:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Citra kejam, individualis, dan cenderung serakah yang relatif lekat dengan kehidupan di Jakarta seolah sirna di hati dan pikiran Andreas A Swasti, Putri Sentanu, dan Stefany Putri. Lewat komunitas Nebengers yang mereka dirikan, puluhan ribu orang yang tak saling mengenal kini menjalin silaturahim lewat praktik saling memberikan tebengan atau tumpangan moda transportasi ke kantor, kampus, museum, bahkan mudik Lebaran.

Diawali di Jakarta, ribuan orang yang saling memberikan tebengan atau mencari tumpangan itu telah tersebar di Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, dan Bogor. Bahkan, dari memberikan dan diberikan tebengan untuk rute yang searah, gerakan itu sudah bergerak lebih jauh menjadi semacam revolusi sosial kecil-kecilan.

Selain komunitas Nebengers, ada juga komunitas nebeng lain, yakni Nebeng.com. Nebeng.com menyediakan laman yang mempertemukan antara pencari dan pemberi tebengan.

Para pelaku nebeng ini melakukan penghematan dalam hal konsumsi bahan bakar minyak, pengeluaran tarif tol, hingga sewa areal parkir. Ini menyebabkan ribuan mobil dan sepeda motor yang biasanya berseliweran di jalan kini diparkir di rumah karena intinya adalah menumpang dan memberikan tumpangan. Soal klasik kemacetan Jakarta pun mulai mereka retas ketimbang sekadar mengeluh di media sosial.

Ketika kereta rel listrik Jabodetabek mengalami gangguan, sebagian anggota komunitas ini bergerak menuju ke stasiun-stasiun untuk mengangkut mereka yang mesti segera menuju ke suatu lokasi. Saat banjir menyerbu sejumlah kawasan, mereka menyebutnya distrik yang dikepalai lurah, setiap anggota di distrik tertentu segera mengulurkan bantuan.

Berbeda dengan dunia Barat yang mengenal istilah hitchhiking untuk aktivitas memberikan dan meminta tumpangan secara lepas, komunitas Nebengers mengorganisasinya secara rapi, berikut berbagai efek sosialnya. Itu belum termasuk jalinan pertemanan baru, lowongan pekerjaan, bahkan hingga mereka yang berakhir di pelaminan.

Dalam enam bulan terakhir, gerakan itu makin besar dan mengumpulkan ribuan anggota dengan sekitar 40 persen aktif dalam aktivitas memberikan tebengan atau mencari tumpangan. Sekitar 80 persen dari keseluruhan aktivitas itu terjadi di Jakarta.

Berbagi

Gerakan masif itu dimulai dari renungan Andreas pada suatu hari, Desember 2011, saat ia berkendara sendirian di kawasan Senayan, Jakarta. Ketika itu, ia tersadar mesti melepaskan diri dari rasa egois. ”Kenapa tidak saya ajak teman dalam mobil saya,” katanya. ”Kita tidak akan pernah tahu kapan butuh tebengan,” pikirnya.

Sesampai di rumah, ia mengirim kicauan lewat Twitter soal ide tersebut. Sejumlah orang memberikan tanggapan, termasuk Putri dan Stefany yang belakangan paling aktif.

Stefany mengatakan, keterlibatannya dalam komunitas itu berawal dari rasa kesalnya setiap melihat ada mobil yang hanya ditumpangi satu orang. Sebagai pengguna moda transportasi bus transjakarta, ia bahkan pernah punya keinginan khusus kepada para pengemudi mobil. ”Pengin rasanya bawa kertas di pinggir jalan dengan tulisan ’Cari Tebengan’,” kata Stefany.

Sementara Putri merasa perlu terlibat dalam urusan itu karena, menurut dia, dirinya tipikal orang yang selalu sangat kritis untuk urusan transportasi. Pengalamannya sebagai konsultan bisnis yang pernah memiliki klien dalam soal distribusi barang memberinya kemampuan untuk melakukan analisis secara transparan dan menerapkan strategi yang paling ideal.

Salah satu hal yang juga mendorongnya ialah kerap kali ada beberapa orang yang tinggal dalam satu kompleks perumahan yang sama, bekerja di kawasan bisnis yang sama, bahkan dalam satu gedung, berangkat ke kantor dengan kendaraan masing- masing. ”Lalu, mereka sama-sama berkicau atau mengeluh di Twitter soal kemacetan,” kata Putri keheranan.

Sebagaimana sebuah ide brilian digodok, pro dan kontra bermunculan terkait upaya mengubah perilaku menggunakan moda transportasi tersebut. Paling mencolok adalah gugatan mengenai keamanan bagi pencari tebengan dan pemberi tumpangan.

Namun, mereka punya mekanisme untuk verifikasi yang dilakukan lewat media sosial Twitter. Calon pemberi tebengan atau pencari tumpangan bisa melihat terlebih dahulu seperti apa profil orang-orang yang mereka putuskan untuk bergabung.

Sekalipun tidak saling kenal, kepercayaan bisa terbangun lewat rasa aman yang ada setelah saling mengawasi akun Twitter masing-masing. ”Intinya adalah ketika kita memberikan suatu tebengan, pastikan diri kita aman untuk orang lain,” kata Andreas.

Sebetulnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari aktivitas memberikan tebengan karena, menurut Andreas, apabila ada pengendara yang berani menggunakan jasa joki untuk melintasi jalur three in one di Jakarta, tidak ada alasan untuk tidak memberikan tebengan. Kini, komunitas yang terus mencatat pertumbuhan jumlah anggota secara pesat selama enam bulan terakhir ini mulai meluncurkan aplikasi khusus bernama Nebengers 2.0 yang kelak bisa dibenamkan pada sistem operasi Android ataupun iOS.

Aplikasi tersebut bakal lebih menjamin keamanan pencari tebengan dan pemberi tumpangan. Di antaranya, dengan fitur ulasan pengguna, rekomendasi dari penebeng dan sebaliknya, serta pantauan peta perjalanan.

Andreas menjelaskan, aplikasi itu dibutuhkan karena selama ini di Twitter data yang tersaji mentah berbasis teks, yang pengolahannya memerlukan sumber daya tambahan. ”Selain itu, kita tidak mungkin memantau lini masa selama seharian,” katanya.

Sebagai sebuah komunitas yang muncul dan tumbuh atas kebutuhan, Nebengers masih akan terus berkembang dan menjadi bagian dari jutaan komuter yang berlalu lalang setiap hari. Jika 10 persen saja di antaranya menyadari bahwa saling menumpang merupakan cara efektif yang elegan, bukan tak mungkin kemacetan bakal sekadar jadi dongeng untuk dikisahkan. (Ingki Rinaldi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dirawat di Panti Sosial, Lansia M Masih Melantur Diperkosa oleh Ponsel

Dirawat di Panti Sosial, Lansia M Masih Melantur Diperkosa oleh Ponsel

Megapolitan
Dua Korban Tewas Kecelakaan Tol Cikampek Km 58 Asal Depok Dimakamkan di Ciamis

Dua Korban Tewas Kecelakaan Tol Cikampek Km 58 Asal Depok Dimakamkan di Ciamis

Megapolitan
Lansia yang Ngaku Diperkosa Ponsel Diduga Punya Masalah Kejiwaan

Lansia yang Ngaku Diperkosa Ponsel Diduga Punya Masalah Kejiwaan

Megapolitan
Pakai Mobil Dinas ke Puncak, Pejabat Dishub DKI Disanksi Tak Dapat Tunjangan 2 Bulan

Pakai Mobil Dinas ke Puncak, Pejabat Dishub DKI Disanksi Tak Dapat Tunjangan 2 Bulan

Megapolitan
98.432 Pemudik Sudah Kembali ke Jakarta Naik Kereta Api via Stasiun Pasar Senen

98.432 Pemudik Sudah Kembali ke Jakarta Naik Kereta Api via Stasiun Pasar Senen

Megapolitan
Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Megapolitan
Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Perempuan di Jaksel Bunuh Diri Sambil 'Live' Instagram

Perempuan di Jaksel Bunuh Diri Sambil "Live" Instagram

Megapolitan
Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Megapolitan
Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Megapolitan
Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Megapolitan
Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Megapolitan
Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Megapolitan
Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Megapolitan
Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi 'Online' dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi "Online" dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com