Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kini, Tak Ada Lagi Satpol PP Gedor Kontrakan

Kompas.com - 13/08/2013, 08:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pasca-Lebaran, biasanya petugas Satpol PP dan pegawai kelurahan menggedor-gedor kontrakan dan indekos untuk mencari pendatang baru. Namun, gedoran tersebut tak akan ada pada tahun ini.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Purba Hutapea menegaskan, tahun ini pihaknya telah menghapus operasi yustisi kependudukan untuk menekan jumlah penduduk liar di DKI Jakarta.

"Yustisi dokumen kependudukan yang selama ini kita lakukan dengan mengunjungi rumah-rumah menanyakan KTP dan KK, kita hentikan," ujarnya di Balaikota, Jakarta pada Senin (12/8/2013).

Purba mengaku, penegakan hukum semacam itu sangat tak efektif menekan arus urbanisasi DKI. Terlebih, penindakan hukum di tataran meja hijau sangat rendah. Mereka yang melanggar, hanya di kenakan denda sebesar Rp 10.000.

Tenaga yang dikeluarkan petugas pun tak sebanding dengan hasil. Jika sudah membayar, tak ada lagi sanksi terhadap mereka, misalnya dipulangkan ke daerah asal atau sanksi-sanksi yang membuat jera lainnya.

Bina Kependudukan Purba mengatakan, poin penting dalam menekan urbanisasi ke DKI adalah kesadaran masyarakat bahwa hidup di Ibu Kota tanpa keterampilan khu sus. Tak hanya itu, tinggal di Jakarta pun harus mematuhi peraturan kependudukan yang berlaku.

Pegangan itulah yang menjadi dasar berubahnya haluan kebijakan menekan kaum urban di Jakarta. "Kita ganti Operasi Binduk atau Bina Kependudukan. Selama ini sudah berjalan seiring," ujar Purba.

Operasi Binduk, tak hanya melibatkan Satpol PP tapi juga RT dan RW. Tingkat pemerintah paling rendah itu bertugas mengetuk pintu rumah, kontrakan atau indekos untuk mensosialisasikan peraturan kependudukan di DKI. Memberikan pemah aman, tinggal di DKI harus memenuhi peraturan dan jika tidak mematuhi, ada sanksi menantinya.

Tegas ke PMKS dan PKL Liar

Purba mengatakan, penindakan hukum lebih ditek ankan kepada pedagang kaki lima (PKL) liar dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMK S) yang datang ke DKI Jakarta. Sejumlah sanksi seperti dipulangkan ke daerah asal, menantinya.

"Kita menonjolkan di PKL dan PMKS. Kalau di dalamnya kita temukan tidak ada dokumen kependudukan, ya ada dakwaan yang berlapis," lanjutnya.

Hanya saja, khusus bagi PMKS, Dinas Dukcapil bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk menampung mereka terlebih dahulu untuk dibina. Jika mereka berkenan, akan dilatih keterampilan dan dikirim ke bursa ketenagakerjaan untuk dipekerjakan.

Berdasarkan data Dinas Dukcapil, jumlah pendatang ke Jakarta tiap tahun menurun. Pada 2003, jumlah pendatang di Jakarta mencapai 204.830 orang. Pada 2004, jumlahnya turun menjadi 190.356 orang dan turun lagi menjadi 180.767 orang pada tahun berikutnya.

Pada 2006, jumlah kaum urban setelah Lebaran melorot lagi menjadi 124.427 orang, lalu 109.617 orang, dan 88.473 orang pada tahun-tahun selanjutnya. Jumlahnya kembali menurun pada 2009, yakni 69.554 orang dan merosot lagi menjadi sekitar 60.000 pada 2010. Pada 2011, jumlah pendatang baru hanya 51.875 orang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Heru Budi Betolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Heru Budi Betolak ke Jepang Bareng Menhub, Jalin Kerja Sama untuk Pembangunan Jakarta Berkonsep TOD

Megapolitan
Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com