Dengan demikian, kisruh dan sengketa RS Haji ini akan segera diselesaikan. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Pemprov DKI tidak bisa membuat RS tersebut menjadi RSUD milik DKI. Sementara bentuknya sebagai PT harus segera dibubarkan sesuai putusan pengadilan.
"Sekarang lebih baik dihibahkan, Kementerian Agama juga sudah sepakat, kita berikan ke UIN agar bermanfaat untuk mendidik para tenaga kerja wanita (TKW) untuk belajar ilmu keperawatan,” ujarnya di Balaikota DKI Jakarta, Senin (12/8/2013).
Pria yang akrab disapa Ahok ini menjelaskan, selama ini TKW yang berangkat ke kawasan Timur Tengah sebagian besar tidak terdidik. Sementara pasar perawat bayi dan lansia di jazirah Arab cukup tinggi.
"Justru pasar perawat di sana diisi orang dari Filipina, kan sayang kalau kita tidak manfaatkan potensi itu, jadi FK UIN cukup bagus, bisa penuhi kebutuhan untuk pendidikan, toh sama-sama milik negara (UIN) bukan kampus swasta," jelasnya.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi DKI Jakarta Catur Laswanto beberapa waktu lalu menjelaskan, awalnya RS Haji adalah BUMD DKI yang sahamnya dimiliki Pemprov DKI sebesar 51 persen, dan sisanya milik Badan Pengelola Dana Abadi Umat Kementerian Agama.
RS tersebut dibangun untuk mengenang tragedi terowongan Mina yang menelan korban jemaah haji, termasuk dari Indonesia.
”Kemudian, bentuk PT RS Haji Jakarta digugat class action. Pengadilan memutuskan bentuk PT harus dibubarkan, sekarang sedang dalam proses, jadi memang tidak ada pendapatan asli daerah (PAD) dari RS Haji,” papar Catur.
Pembubaran bentuk PT membuat status RS menjadi tidak jelas. Pemprov DKI kemudian berniat menjadikan RSUD dengan bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di bawah Dinas Kesehatan DKI.
Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena bersengketa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dan diputuskan tidak bisa dibuat BLUD. Sengketa dua kubu pemegang saham RS Haji Jakarta akhirnya berkepanjangan karena Kementerian Agama juga ingin mengelola rumah sakit ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.