Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relokasi Tak Jelas, Warga Bukit Duri Bingung

Kompas.com - 15/08/2013, 10:57 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com —
Tidak adanya kejelasan mengenai adanya relokasi warga Bukit Duri di sekitar bantaran Sungai Ciliwung membuat warga bingung. Mereka menjadi serba salah.

"Karena enggak ada solusi, warga bingung untuk tinggal di sini. Misalnya, warga jadi enggan untuk bangun atau benerin rumah. Anak-anak yang mau masuk sekolah di tahun ajaran baru juga takut kalau-kalau jadi dipindah dan digusur," kata Taswadi (63), warga RT 11/10 Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2013).

Menurut Taswadi, yang tinggal di bantaran Ciliwung sejak 1964, warga di sini juga jadi malas membersihkan selokan dari sampah-sampah. Sebab, banjir sudah dianggap menjadi langganan. Dibersihkan atau tidak, tempat tinggal mereka tetap kebanjiran.

Taswadi mengatakan, banjir rutin di wilayah yang memisahkan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur itu bisa mencapai ketinggian sekitar satu meter. Namun, apabila curah hujan di wilayah Hulu, seperti Depok dan Bogor tinggi, banjir bisa sampai tiga meter lebih.

"Nah, kalau banjir lima tahunan, kayak bulan Mei kemarin, banjir bisa sampai lima meter. Air di lantai dua waktu itu sampai sepinggang. Barang-barang habis semua," ujarnya.

Tingginya intensitas banjir itulah, kata dia, yang membuat warga menjadi putus asa dan enggan untuk menjaga kebersihan. Akibatnya, pascabanjir, sampah, mulai dari plastik, kain, sampai kayu-kayu yang masuk ke gang-gang dan bagian dalam rumah, hanya ditumpuk atau dibuang kembali ke kali.

"Sudah enggak ada lagi warga yang peduli dan bersih-bersih, mungkin karena sudah capek pikirnya, dibersihin enggak dibersihin pasti banjir-banjir lagi. Kalau saya, ya supaya mendingan, kalau saluran air lancar, banjir pasti lebih cepat surut walaupun nantinya pasti banjir lagi," katanya.

Pria asli Tegal, Jawa Tengah, itu pun menuturkan perubahan Ciliwung sejak tahun 1964. Perubahan besar dirasakannya setiap tahun, yakni mulai dari banyaknya pendatang sampai banjir setiap hari.

"Pertama kali pindah, kondisi Kali Ciliwung dulu enggak begini, Mas. Kali masih jernih airnya dan lebar. Kalau enggak salah, lebarnya bisa sekitar 30 meteran. Sampah juga enggak ada, orang-orang di sini biasa pakai airnya untuk minum, masak, sama mandi," kata pria lima anak itu.

Namun, kondisi itu hanya tinggal kenangan. Ciliwung kini kotor dengan sampah dan membuat warga bantaran kalinya menjadi rutin terkena banjir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Warta Kota
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan 'Live' Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Misteri Motif Selebgram Meli Joker Pilih Akhiri Hidup dengan "Live" Instagram, Benjolan di Kepala Sempat Disorot

Megapolitan
Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Dishub DKI Kaji Usulan Kenaikan Tarif Rp 3.500 Bus Transjakarta yang Tak Berubah sejak 2007

Megapolitan
Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Tarif Sementara Bus Transjakarta ke Bandara Soekarno-Hatta Rp 3.500, Berlaku Akhir April 2024

Megapolitan
Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Banjir di 18 RT di Jaktim, Petugas Berjibaku Sedot Air

Megapolitan
Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Kronologi Penangkapan Pembunuh Tukang Nasi Goreng yang Sembunyi di Kepulauan Seribu, Ada Upaya Mau Kabur Lagi

Megapolitan
Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Terendam Banjir, Paling Tinggi di Kampung Melayu

Megapolitan
Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Ujung Arogansi Pengendara Fortuner Berpelat Palsu TNI yang Mengaku Adik Jenderal, Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Paniknya Remaja di Bekasi Diteriaki Warga Usai Serempet Mobil, Berujung Kabur dan Seruduk Belasan Kendaraan

Megapolitan
Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Akibat Hujan Angin, Atap ICU RS Bunda Margonda Depok Ambruk

Megapolitan
Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Arogansi Pengendara Fortuner yang Mengaku Anggota TNI, Berujung Terungkapnya Sederet Pelanggaran Hukum

Megapolitan
Banjir dan Fasilitas Rusak, Pekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa: Tolong Perbaiki supaya Banyak Pengunjung...

Banjir dan Fasilitas Rusak, Pekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa: Tolong Perbaiki supaya Banyak Pengunjung...

Megapolitan
Walkot Depok Idris: Saya 'Cawe-cawe' Dukung Imam Budi Hartono di Pilkada

Walkot Depok Idris: Saya "Cawe-cawe" Dukung Imam Budi Hartono di Pilkada

Megapolitan
Jakarta yang Terbuka Lebar bagi Para Perantau, tetapi Jangan Nekat...

Jakarta yang Terbuka Lebar bagi Para Perantau, tetapi Jangan Nekat...

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 18 April 2024 dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 18 April 2024 dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Kisah di Balik Menjamurnya Warung Madura, Ada Bos yang Dukung Pekerja Buka Usaha Sendiri

Kisah di Balik Menjamurnya Warung Madura, Ada Bos yang Dukung Pekerja Buka Usaha Sendiri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com