JAKARTA, KOMPAS.com —  Komisi B DPRD meminta agar Pemprov DKI mengaudit 23 badan usaha milik daerah Provinsi DKI Jakarta. Audit tersebut diperlukan untuk membuka transparansi kinerja BUMD. Langkah ini jadi dasar menilai BUMD yang tidak berkontribusi pada pendapatan asli daerah.

"Saatnya semua hal terkait kinerja BUMD dibuka. Jangan sampai ada yang ditutupi sehingga semua terlihat transparan," tutur Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Selamat Nurdin, Kamis (15/8), di Jakarta.

Desakan Nurdin disampaikan karena dari 23 BUMD Provinsi DKI Jakarta, delapan perusahaan di antaranya tidak pernah menyetorkan keuntungan ke kas daerah dalam dua tahun terakhir.

Delapan BUMD itu adalah PD Dharma Jaya, PT Cemani Toka, PT Ratax Armada, PT Pakuan, PT Grahasahari Suryajaya, PT JiExpo, PT Rumah Sakit Haji, dan PT MRT.

Kecuali PD Dharma Jaya, semua BUMD yang disebut itu, sesuai data dalam APBD DKI, tidak menyetorkan keuntungan ke pemerintah sejak 2009. PD Dharma Jaya menyetor keuntungan terakhir pada 2010 senilai Rp 265,89 juta. Sementara yang rutin menyetor keuntungan ke kas daerah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 15 perusahaan.

Dari 23 BUMD, sebanyak 6 perusahaan 100 persen milik Pemprov DKI, sebanyak 8 perusahaan patungan dengan saham Pemprov DKI 50 persen atau lebih, dan 9 perusahaan dengan saham Pemprov DKI kurang dari 50 persen.

"Sebagian sahamnya lama-lama turun, tidak ada upaya menyuntik dana sehingga saham pemerintah bisa bertahan besar," kata Nurdin.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyampaikan, keberadaan BUMD saat ini sedang dievaluasi. BUMD itu sebagian akan dibubarkan, dijual sahamnya, atau digabung dengan perusahaan daerah yang lebih baik.

"Jika masih prospek, tetapi kinerja direksinya buruk, kami akan ganti direksi," kata Jokowi.

Riyadi, Kepala Subbidang Perseroan Terbatas Badan Penanaman Modal dan Promosi
(BPMP) Pemprov DKI, mengatakan, saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang mengaudit. Audit tahap awal dilakukan pada PD Dharma Jaya yang bergerak pada bidang jasa penyewaan rumah potong hewan dan kandang.

Untuk PT Ratax, menurut Riyadi, kemungkinan akan dijual sahamnya yang kini hanya sebesar 28 persen.

"Namun, penjualan saham ini butuh persetujuan DPRD DKI," kata Riyadi.

PT Ratax didirikan pada awal 1970-an yang menjadi pelopor perusahaan taksi di Ibu Kota.

Memasuki kantor PT Ratax Armada di bilangan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, seperti tidak memasuki lingkungan perusahaan. Sarana pendukung terbengkalai.

Berdasarkan pantauan Kompas, Kamis, papan nama perusahaan yang bergerak di bidang jasa angkutan taksi milik Pemprov DKI Jakarta kusam. Huruf nama perusahaan pun tidak lengkap, tertulis hanya PT Ratax Arma.

Kondisi pos satpam dan mes untuk sopir juga tidak berbeda jauh. Plafon terkelupas dan dinding tripleks kedua bangunan tersebut bolong. Di unit administrasi, yang menjadi pusat layanan untuk sopir, hanya ada seorang pegawai. (NDY/K01)