Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Wujudkan Kebijakan Gubernur DKI Sebelumnya

Kompas.com - 23/08/2013, 08:53 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai program penertiban, mulai dari penertiban pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang hingga bangunan bantaran, mulai dilaksanakan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersama jajaran Pemprov DKI. Kendati demikian, pengamat perkotaan, Nirwono Joga, memandang apa yang dilakukan oleh Jokowi bukanlah sebuah hal yang baru.

"Kalau saya melihat, Jokowi hanya meneruskan apa yang sudah disiapkan oleh para pendahulu, gubernur terdahulu," kata Nirwono kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (23/8/2013).

Misalnya saja, penataan PKL Tanah Abang yang berdasarkan pada Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum dan penataan bangunan di bantaran Waduk Pluit berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) Jakarta 2030 dengan mengembalikan peruntukan kawasan air.

Satu permasalahannya selama ini, pemimpin yang ada, belum pernah menerapkan peraturan tersebut. Akademisi Universitas Trisakti itu kemudian memberi apresiasi Jokowi-Basuki yang mau merealisasi peraturan itu dengan melanjutkan kebijakan yang sudah ada. Pasalnya, menurut dia, pergantian kepemimpinan biasanya diikuti dengan pergantian kebijakan maupun peraturan.

Nirwono kemudian mengingatkan Jokowi-Basuki untuk tidak bersenang dahulu melihat ketertiban yang sudah ada karena apa yang mereka lakukan masih sebatas penyelesaian di permukaan saja. Masih banyak tugas dan pekerjaan rumah Jokowi-Basuki lainnya yang masih menunggu untuk diselesaikan.

"Sekarang bagaimana Jokowi bisa menjaga momentum yang baik ini untuk berlanjut ke depannya, dan dapat diterapkan di tempat lain," kata Nirwono.

Misalnya saja, untuk relokasi PKL Tanah Abang ke Blok G Tanah Abang, kesuksesan Jokowi menertibkan PKL itu justru dilihat dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan. Apakah di masa mendatang situasinya sama seperti pertama kali penertiban atau justru para pedagang kembali memilih untuk turun keluar berdagang.

Sementara untuk Waduk Pluit, menurut dia, masih ada enam hektar lahan lagi yang harus dibebaskan. Artinya, mereka kembali berhadapan dengan warga bantaran. Untuk mengembalikan Waduk Pluit secara utuh, mulai dari ruang terbuka hijau (RTH), relokasi, dan pengerukan, lanjutnya, diperlukan waktu 3-5 tahun.

Penertiban kawasan Tanah Abang dengan penertiban bangunan liar di Waduk Pluit menjadi pilot project Jokowi-Basuki untuk menyelesaikan permasalahan macet dan banjir. "Yang tidak kalah penting adalah inisiasi ini juga harus diresapi oleh para pembantu gubernur serta wagub, seperti kepala dinas, wali kota, camat, hingga kelurahan. Camat dan lurah yang paling mengenal wilayahnya dan harus dapat berperan serta aktif mengembalikan wilayah yang tidak sesuai dengan peruntukan," kata Nirwono.

Selain itu, Pemprov DKI juga dirasa perlu untuk melibatkan masyarakat lokal untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab atas kawasannya. Kerja sama dengan asosiasi PKL, kata dia, juga merupakan hal yang penting karena data yang dimiliki DKI dengan data yang dimiliki asosiasi biasanya berbeda. Oleh karena itu, ia menyarankan DKI dengan asosiasi PKL untuk duduk bersama dan mendiskusikan peta persebaran PKL untuk menata PKL secara bersama-sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Penemuan Mayat Perempuan di Cikarang, Saksi: Mau Ambil Sampah Ada Koper Mencurigakan

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Sempat Minta Tolong untuk Gotong Kardus AC

Megapolitan
Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Sedang Berpatroli, Polisi Gagalkan Aksi Pencurian Sepeda Motor di Tambora

Megapolitan
Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Terdengar Gemuruh Mirip Ledakan Bom Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Beredar Video Sopir Truk Dimintai Rp 200.000 Saat Lewat Jalan Kapuk Muara, Polisi Tindak Lanjuti

Megapolitan
Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Maju Pilkada Bogor 2024, Jenal Mutaqin Ingin Tuntaskan Keluhan Masyarakat

Megapolitan
Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Kemendagri Nonaktifkan 40.000 NIK Warga Jakarta yang Sudah Wafat

Megapolitan
Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Mayat dalam Koper yang Ditemukan di Cikarang Berjenis Kelamin Perempuan

Megapolitan
Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Pembunuh Perempuan di Pulau Pari Mengaku Menyesal

Megapolitan
Disdukcapil DKI Bakal Pakai 'SMS Blast' untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Disdukcapil DKI Bakal Pakai "SMS Blast" untuk Ingatkan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Sesosok Mayat Ditemukan di Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

Megapolitan
Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Warga Rusunawa Muara Baru Keluhkan Biaya Sewa yang Naik

Megapolitan
8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

8.112 NIK di Jaksel Telah Diusulkan ke Kemendagri untuk Dinonaktifkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com