Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK, Jokowi, dan Aher Bicara 50 Tahun Kompas Gramedia

Kompas.com - 10/09/2013, 06:35 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Tiga tokoh nasional bicara mengenai kesan mereka terhadap 50 tahun Kompas Gramedia. Tiga tokoh itu yakni mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK), Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.

Kehadiran Kompas Gramedia selama 50 tahun, menurut JK, merupakan pencapaian terbesar sebuah produk media yang tetap dapat menjaga keobyektifan informasinya. "50 tahunnya itu sangat hebat. Artinya, bagaimana Kompas memberikan informasi yang obyektif, aktual, dan sebagainya selama 50 tahun dan tetap berada dalam situasi itu," kata JK saat ditemui seusai perayaan puncak hari ulang tahun (HUT) ke-50 Kompas Gramedia, di Ritz-Carlton Hotel, Jakarta, Senin (9/9/2013) malam.

Tak berbeda jauh dengan JK, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga mengakui kalau ia mengikuti perkembangan usaha Kompas Gramedia. Mulai dari majalah Intisari, harian Kompas, toko buku Gramedia, Hotel Santika, Radio Sonora, majalah Bobo, Kompas.com, Kompas TV, hingga produk lainnya, kata Jokowi, merupakan produk-produk yang ia nikmati sampai sekarang.

Malam puncak perayaan HUT ke-50 Kompas Gramedia juga menjadi momen Jokowi untuk mengingat bagaimana perjalanan Kompas Gramedia dari awal dan bertahan hingga usia setengah abad. Jokowi pun meyakini usia Kompas Gramedia dapat bertahan hingga 50 tahun ke depan, bahkan melebihi itu.

"Apabila dijaga konsistensi seperti sekarang, independensi dan kepercayaan masyarakat yang terus dijaga, saya rasa eksistensinya akan tetap terus bertahan," kata Jokowi.

Sementara bagi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, harian Kompas merupakan koran yang pertama kali dibaca sejak usianya masih kecil. Ia mengaku, saat itu media cetak yang memberikan informasi secara faktual, lengkap, dan berimbang hanyalah Kompas.

Selain itu, menurut dia, sudah sejak dulu, Kompas menyajikan informasi hingga 40 halaman. Pada usia Kompas Gramedia yang memasuki usia emas, pria yang akrab disapa Aher itu mengharapkan agar Kompas senantiasa memberikan pemberitaan yang disertai dengan keseimbangan, memberikan solusi bagi masyarakat, bangsa, dan mengkritisi yang membangun.

"Saya kira ini adalah kriteria media yang kita harapkan ke depannya. Mudah-mudahan semua media yang ada di Indonesia, betul-betul media yang membangun masyarakat Indonesia bersama stakeholder yang lainnya," kata Aher.

Kompas Gramedia lembaga Indonesia mini

Dalam penyampaian sambutan Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama, yang diwakili oleh CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo, menceritakan bagaimana kerja keras pendiri Kompas Gramedia dari hanya mempekerjakan 20 karyawan hingga 21.000 karyawan dengan omzet mencapai Rp 15 triliun per tahunnya.

Berawal dari seorang pemuda berusia 32 tahun dan menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta bernama Jakob Oetama, ia merantau ke Jakarta dan berniat untuk mencari pekerjaan. Jakob bertemu dengan Petrus Kanisius Ojong dan memintanya untuk menjadi pemimpin redaksi di majalah Star Weekly.

Namun, belum dijalankan secara penuh, sayangnya majalah itu sudah telanjur ditutup. Akhirnya, hanya dengan bermodalkan kertas, majalah Intisari terbit pertama kali pada 17 Agustus 1963.

Agung mengatakan, saat itu dua pendiri Kompas Gramedia itu tak menyangka kalau kemunculan Intisari merupakan awal kehadiran kelompok usaha Kompas Gramedia. Kompas Gramedia hadir dengan kesamaan cita-cita, persepsi, dan impian bersama semua potensi bangsa untuk ikut mengambil bagian dalam mengembangkan Indonesia.

Semua upaya yang senantiasa dilakukan merupakan bentuk kepedulian membangun sebuah Indonesia, mulai dari lingkup kecil, bagian dari cita-cita yang besar bangsa Indonesia, didasarkan atas kesamaan kemanusiaan, heterogenitas Indonesia yang beragam, dan di atas keberagaman itulah Indonesia yang satu.

Dilihat dari sejarah perjalanannya, Kompas Gramedia merupakan lembaga yang awalnya didirikan bukan dengan modal raksasa. Namun, dengan strategi bisnis yang hebat, kini telah menciptakan karyawan teladan dengan berbagai profesi, mulai dari guru hingga wartawan.

Seiring dengan terbitnya majalah Intisari, harian Kompas, radio Sonora, dan produk lainnya, mengandung pesan terhadap manusia dan nilai-nilai kemanusiaan, bukan karena asal-usul agama maupun keturunan.

"Pak Jakob selalu menyebut lembaga ini dengan Indonesia mini. Bila kemudian lembaga ini sedikit lebih besar, dengan rendah hati, kami menyebut semua ini hanyalah berkat Tuhan Yang Maha Esa. 50 tahun kami lampaui dan menyadari tantangan ke depan, bukan tantangan ringan, teknologi, atau persaingan bisnis, tapi tantangan perubahan kultur masyarakat. Kami masih sangat berharap menjadi sebuah lembaga yang mendampingi, menegur, dan mengoreksi hingga 50 tahun ke depan," kata Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Megapolitan
Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Megapolitan
Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Megapolitan
Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Megapolitan
Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Megapolitan
Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Megapolitan
Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi 'Online' dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi "Online" dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Megapolitan
Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

Megapolitan
Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Megapolitan
Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

Megapolitan
Pemudik Keluhkan Sulit Cari 'Rest Area', padahal Fisik Kelelahan akibat Berkendara Berjam-jam

Pemudik Keluhkan Sulit Cari "Rest Area", padahal Fisik Kelelahan akibat Berkendara Berjam-jam

Megapolitan
Cerita Pemudik Kembali ke Jakarta Saat Puncak Arus Balik: 25 Jam di Jalan Bikin Betis Pegal

Cerita Pemudik Kembali ke Jakarta Saat Puncak Arus Balik: 25 Jam di Jalan Bikin Betis Pegal

Megapolitan
Keluhkan Oknum Porter Terminal Kampung Rambutan yang Memaksa, Pemudik: Sampai Narik Tas, Jadi Takut

Keluhkan Oknum Porter Terminal Kampung Rambutan yang Memaksa, Pemudik: Sampai Narik Tas, Jadi Takut

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com