Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Wacanakan "Jam Malam", Apa Kata Pelajar Jakarta?

Kompas.com - 13/09/2013, 06:10 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menyusul kecelakaan yang menewaskan enam orang dan melukai sembilan orang lain yang melibatkan anak salah satu selebritas Indonesia, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melempar wacana pemberlakuan "jam malam" untuk pelajar. Anak selebritas yang masih di bawah umur, sudah pasti tak punya surat izin mengemudi, pada saat kecelakaan itu melajukan mobil di Tol Jagorawi dari arah Bogor menuju Jakarta, lepas tengah malam.

Jokowi mengaku tengah mengkaji kemungkinan penerapan jam malam itu. Namun, dia belum dapat memastikan wacana tersebut dapat diwujudkan atau tidak. Mengaku wacana aturan itu bertujuan mendisiplinkan anak, Jokowi juga tak ingin tujuan baik wacananya ketika diterapkan hanya menjadi kekangan untuk anak.

Lalu, bagaimana reaksi para pelajar atas wacana ini? Sudah pasti tanggapannya beragam. Ada yang spontan setuju, ada juga yang berkeberatan.

Banu (16), pelajar kelas X SMA di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, adalah salah satu pelajar yang menyambut baik rencana Jokowi. Dia pun berharap jam malam segera diberlakukan untuk menekan angka kenakalan remaja seusianya.

"Biasa, yang senang kelayapan malam-malam memang yang nakal-nakal," ujar Banu saat dijumpai Kompas.com di dekat sekolahnya, Kamis (12/9/2013) petang. Dia berharap pemberlakuan jam malam akan berdampak pula pada berkurangnya kenakalan di sekolah. "Kalau diterapin, mudah-mudahan mereka jadi lebih sopan di sekolah."

Dukungan juga disampaikan Laura (16). Dia berpendapat aturan jam malam akan membuat pelajar punya kesempatan belajar lebih banyak. Dengan tak lagi keluyuran pada malam hari, dia berharap teman-teman sebayanya bisa lebih konsentrasi mengulang materi pelajaran sekolah di rumah.

"Efeknya kalau lagi ulangan ya enggak bakal ada lagi yang minta-minta jawaban ke yang lain. Semua pasti udah bisa ngerjainnya sendiri-sendiri," harap siswi yang telah menggunakan sepeda motor ini.

Soal kendaraannya itu, Laura mengaku belum memiliki SIM C, izin untuk mengendarai kendaraan roda dua. Dia berkilah hanya memakai sepeda motor di luar jam sekolah. Sementara untuk berangkat dan pulang sekolah, dia lebih sering menggunakan angkutan umum atau diantar-jemput orangtuanya. "Pakai motor supaya lebih gampang kalau ada kegiatan ekskul saja," aku dia.

Keberatan

Namun, tak semua pelajar punya pendapat seperti Banu dan Laura. Masih dari kawasan Bulungan, Kompas.com mendapatkan suara-suara bernada keberatan dari pelajar yang lain. Bagi mereka, pelajar keluar malam belum tentu mendapat efek negatif lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang berdiam di rumah.

Beni (16), pelajar kelas XI sebuah SMA di Bulungan, mengaku sembari nongkrong bersama teman-temannya, dia sering mendiskusikan materi pelajaran di sekolah. "Belajar bareng teman-teman di tempat gini (tempat nongkrong) lebih masuk daripada belajar sendirian di rumah. Kalau dipaksa di rumah nantinya malah bosan sendiri," ungkap dia yang mengaku hampir setiap sore nongkrong bersama teman-temannya di lokasi yang tak jauh dari sekolahnya itu.

Sedangkan Welly (17), rekan Beni, mengatakan selalu meminta izin orangtuanya sebelum keluyuran pada malam hari. "Pokoknya harus sudah di rumah jam 00.00 WIB. Kalau tidak, enggak bisa masuk rumah," kata dia. Meskipun demikian, Beni punya solusi menumpang di tempat teman ketika sudah melewati batas waktu "kunci rumah".

Selain berkeberatan dengan jam malam, Welly yang tak punya SIM C juga adalah salah satu pelajar yang telah mengendarai sepeda motor dalam aktivitas hariannya, baik ke sekolah maupun kegiatan lain. Alasan Welly, rumahnya cukup jauh dari sekolah, yakni di daerah Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama KontraS Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama KontraS Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Megapolitan
Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran 'Saudara Frame', Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran "Saudara Frame", Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Megapolitan
Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com