JAKARTA, KOMPAS.com
Sepekan sejak Gerakan Jakarta Bersih dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, tumpukan sampah masih terlihat di permukaan sejumlah sungai dan waduk di Jakarta, Minggu (15/9). Tempat dan armada pembuangan sampah serta kesadaran warga dinilai masih kurang.

Tumpukan sampah antara lain terlihat di Waduk Rawabadak di Koja, Jakarta Utara. Sampah plastik, potongan kayu dan bambu, serta bungkus bahan keperluan sehari-hari, seperti sabun, sampo, dan pasta gigi, mengapung dan menumpuk di sisi selatan waduk.

Tumpukan sampah juga tampak di instalasi penyaringan di Kali Sunter, Jalan Sindang, Koja. Sebagian sampah tersebar di pinggiran kali dan tersangkut di tiang jembatan Kelapa Gading Barat, Plumpang, dan Rawabadak Utara.

Sampah juga terlihat di Kali Sunter yang mengalir di sisi barat Jalan Danau Sunter Barat di perbatasan Pademangan dan Tanjung Priok. Sejumlah petugas memungut dengan tongkat penyaring, tetapi jumlah sampah jauh lebih banyak.

Deni Irawan, Kepala Operator Penyaring Sampah Kali Sunter Kresek di Koja, Jakarta Utara, mengatakan, produksi sampah rata-rata 14 meter kubik per hari dalam sepekan terakhir. Angka itu sama dengan rata-rata produksi sebelum pencanangan Gerakan Jakarta Bersih.

”Ada (sampah) kiriman dari hulu. Kebanyakan sisa barang-barang kebutuhan rumah tangga, seperti bungkus sampo dan sabun. Jumlahnya belum berkurang,” kata Deni.

Sugiman, operator pompa di rumah pompa Ancol Timur, berpendapat, jumlah sampah yang mengalir masih relatif sama.

Armada kurang

Sebagian warga, kata Ketua RT 004 RW 001 Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Muhamad Kartono (58), masih membuang sampah sembarangan. Sampah-sampah itu terbawa ke got dan saluran air.

Sementara itu, sampah tak langsung terangkut karena armada kurang. Dia mencontohkan, produksi sampah dari pasar dan permukiman di RT 004 yang mencapai delapan gerobak (sekitar 8 meter kubik) per hari.

”Hanya satu truk yang beroperasi dalam sehari. Saat truk rusak mesin, sampah tak terangkut,” ujarnya.

Dengan demikian, selain mengurangi produksi sampah di tingkat rumah tangga, ujar Kartono, pemerintah juga perlu menambah armada untuk memperlancar proses pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara Zainuri mengatakan, sampah masih menjadi perhatian karena belum seluruhnya tertangani. Dia memperkirakan, dari sekitar 1.200 ton sampah Jakarta Utara per hari, baru sekitar 720 ton yang terangkut karena keterbatasan personel dan truk pengangkut.

”Total ada sekitar 120 truk yang tersebar di enam kecamatan di Jakut. Kapasitas angkutnya 3-4 ton per hari sehingga ada sampah-sampah yang tak terangkut. Petugas telah berupaya, tetapi belum sebanding dengan produksi sampah,” ujarnya.

Selain armada yang kurang, pengangkutan sampah juga terkendala kemacetan dari dan menuju TPA di Bantar Gebang, Bekasi. Menurut Zainuri, satu truk rata-rata hanya bisa satu rit, padahal sebelumnya bisa 2-3 rit.

Saat mencanangkan Gerakan Jakarta Bersih, Jokowi memaparkan, ada sekitar 6.000 ton atau setara 1.200 truk sampah di Jakarta per hari. Dari jumlah itu, sekitar 2.000 ton di antaranya berada di selokan dan sungai. Bersama grup band Slank, dia mengajak warga untuk tidak buang sampah ke sungai lagi.

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat, sampai Februari 2013, tempat penampungan sementara (TPS) sampah di Jakarta hanya 191. Padahal, idealnya setiap RW harus memiliki TPS.

Saat ini ada 141 sungai di Jakarta dengan total panjang 413 kilometer. Lalu, ada 29 waduk dengan total luas 391 hektar dan saluran mikro atau selokan kota dengan total panjang 16.000 kilometer. Sebagian lokasi itu menjadi tempat pembuangan sampah bagi sebagian warga DKI Jakarta.

Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono berharap warga tidak membuang sampah ke sungai lagi. Dia mengajak warga dan aparat terlibat dalam bersih-bersih rutin di tingkat kelurahan dan kecamatan.

Pada kegiatan pungut sampah yang digelar serentak di enam kecamatan di Jakarta Utara, pekan lalu, terkumpul 151 ton sampah. (MKN)